Kamis, 05 Maret 2009

Infrastruktur Jadi Penyelamat Ekonomi


By Sri Adiningsih

PEMANDANGAN yang indah dan udara sejuk di Prigen diharapkan membuat peserta diskusi yang terdiri atas anggota Gapensi yang bergerak di jasa konstruksi optimistis dan bersemangat menghadapi masa krisis. Apalagi, pekan lalu itu merupakan hari yang istimewa bagi mereka. Yakni, ulang tahun ke-50 Gapensi. Ulang tahun emas yang mestinya membuat Gapensi yang sudah lama berkiprah dalam pembangunan infrastruktur Indonesia semakin berkembang dan jaya. Apalagi, akan ada paket stimulus fiskal untuk pembangunan infrastruktur, yang saat ini masih didiskusikan antara DPR dan pemerintah.

Krisis ekonomi kali ini berbeda dengan krisis 1997 lalu atau krisis ekonomi dan keuangan lain yang semakin banyak terjadi sejak 1970-an. Bayangkan, pada 1973-1997 ada 139 krisis keuangan yang berat. Padahal, pada 1945-1971 hanya ada 38 krisis keuangan (The Economist). Ini berarti krisis keuangan yang biasanya juga diikuti krisis ekonomi semakin sering menghantam, baik negara maju maupun sedang berkembang. Meski demikian, biasanya dalam krisis keuangan ataupun ekonomi tidak banyak negara yang menggelontorkan uang dalam jumlah luar biasa besar untuk paket stimulus ekonomi.

Sebab, biasanya, krisis juga diikuti jatuhnya nilai mata uang atau inflasi tinggi. Namun, kali ini krisis keuangan akhirnya menjadi krisis ekonomi yang diikuti resesi karena rendahnya permintaan sehingga harga-harga di pasar internasional juga turun. Bahkan, ketakutan terhadap adanya deflasi pada pasar global semakin nyata. Akibatnya, suku bunga internasional turun tajam. Bahkan, di Jepang dan Amerika Serikat sudah mendekati 0 persen. Hal ini menunjukkan bahwa depresi ekonomi seperti yang ditakutkan banyak pihak sudah terjadi. Kini paket penyelamatan ekonomi, termasuk stimulus fiskal yang jumlahnya secara global mencapai USD 5 triliun, sudah disiapkan untuk menyelamatkan ekonomi dunia.

Penyelamat Ekonomi

Paket penyelamatan ekonomi yang banyak dikucurkan saat ini meliputi pasar keuangan, pemotongan pajak untuk konsumen dan bisnis, dan pembangunan infrastruktur. Sampai saat ini, paling tidak sudah ada komitmen USD 795 miliar secara global untuk menyelamatkan ekonomi dunia dengan pembangunan infrastruktur pada 2009-2010. Penyelamatan ekonomi melalui pembangunan infrastruktur diawali di Tiongkok, yang menyediakan anggaran 40 persen dari total paket stimulus senilai USD 585 miliar. Negara-negara lain banyak yang mengikuti Tiongkok yang membangun inftrastruktur dalam menyelamatkan ekonominya, termasuk AS.

Indonesia pada akhirnya juga melirik pembangunan infrastruktur untuk mengatasi krisis ekonomi. Pemerintah merencanakan anggaran untuk pembangunan infrastruktur sekitar 70 persen dari dana stimulus yang dipatok Rp 10,2 triliun. Dengan begitu, belanja untuk infrastruktur pada 2009 diharapkan Rp 167 triliun. Riciannya, dari pemerintah pusat Rp 61 triliun, pemerintah daerah Rp 59 triliun, dan swasta Rp 47 triliun. Dengan proyek infrastruktur sebesar itu, lebih besar daripada tahun sebelumnya, mestinya peserta diskusi di Prigen tersenyum manis dan pulang dengan bahagia karena akan ada banyak proyek yang menantinya.

Namun, melihat respons peserta diskusi, tampaknya optimisme yang tinggi itu tidak muncul. Masih banyak masalah yang harus dihadapi dalam pembangunan infrastruktrur. Di antaranya masalah pembebasan tanah ataupun legal, serta kesulitan mendapatkan pendanaan ataupun fluktuasi harga bangunan yang tajam. Dari situ, tidak serta merta semakin banyak proyek infrastruktur yang dianggarkan dalam APBN akan meningkatkan bisnis mereka. Balik lagi ke masalah klasik, implementasi kebijakan yang sering kelihatan bagus pada akhirnya tidak mudah atau tidak dapat dilaksanakan.

Bangun Infrastruktur


Untuk meningkatkan aktivitas ekonomi domestik serta mendorong sektor pertanian dan industri, peran infrastruktur adalah vital. Apalagi, setelah keluar dari krisis ekonomi pada 2004, kita mestinya membangun ekonomi dengan memperbaiki infrastruktur. Pemerintah sebenarnya sejak awal 2005 sudah menggelar infrastructure summit hingga dua kali. Lalu meluncurkan paket percepatan pembangunan infrastruktur serta mendirikan lembaga untuk mendukung pembangunan infrastruktur.

Namun, kondisi infrastruktur kita masih saja buruk. Pelaku usaha selalu mengeluh terkait kondisi listrik (krisis listrik semakin memburuk, bahkan ada penalti dan/atau pengalihan hari kerja untuk menggunakan listrik bagi dunia usaha besar). Selain itu, jalan-jalan yang rusak (baik jalan utama seperti trans Sulawesi ataupun jalan daerah seperti Garut) dan buruknya kondisi pelabuhan. Akibatnya, kemampuannya melayani ekspor-impor sangat ketinggalan dibanding negara tetangga seperti Malaysia, apalagi Singapura.

Demikian pula kondisi irigasi ataupun bendungan yang sentral dalam mengembangkan pertanian masih banyak yang buruk. Jelas ini memerlukan usaha serius untuk mengatasinya. Stimulus fiskal untuk membangun infrastruktur memang diperlukan, apalagi kondisi infrastruktur kita memang sudah cukup buruk. Kegagalan kita membangun infrastruktur selama ini, meski sudah diluncurkan berbagai kebijakan khusus, jangan diulangi lagi. Krisis ekonomi kali ini mudah-mudahan membawa berkah. Sebab, dengan paket stimulus untuk pembangunan infrastruktur, jika benar-benar dilaksanakan, dapat memperbaiki infrastruktur kita.

Memang rasanya tragis jika dalam masa normal (sejak 2004) kita gagal membangun infrastruktur dengan baik. Namun, dengan adanya krisis sekarang ini kita harus menyelamatkan ekonomi dengan membangun infrastruktur agar menggerakkan ekonomi domestik. Proyek infrastruktur yang terkait dengan ekonomi, seperti jalan, jembatan, listrik, irigasi, waduk ataupun pelabuhan adalah sentral jika ingin membangun ekonomi domestik yang kuat dan berdaya saing tinggi.

Keberhasilan kita membangun infrastruktur akan mendorong pertumbuhan sektor pertanian dan industri manufaktur. Padahal, dalam ekonomi global yang volatilitasnya semakin tinggi seperti sekarang ini, pembangunan ekonomi domestik yang kuat dan efisien adalah kunci utama meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Karena itu, pembangunan infrastruktur harus kita lakukan. Bukan saja untuk menyelamatkan ekonomi dari krisis, namun juga untuk masa yang akan datang. (*)

Tidak ada komentar: