Sabtu, 07 Maret 2009

Ekonomi dan Industri kreatif

By Hilman Muchsin

Haris kamis kemarin, 5 maret 2009, saya diundang untuk mengadiri “the 4th leaders learnig forum ( LLF )” yang temanya adalah “Success stories of creative industry”. Rasanya akan cukup menarik mengulas Ekonomi Kreatif ini, karena momentum ini sangat bagus untuk mendorong berkembangnya profesi-profesi kreatif di Indonesia.

Istilah Ekonomi Kreatif pertama kali didengungkan oleh tokoh bernama John Howkins, penulis buku "Creative Economy, How People Make Money from Ideas".
Dia seorang yang multi profesi. Selain sebagai pembuat film dari Inggris ia juga aktif menyuarakan ekonomi kreatif kepada pemerintah Inggris sehingga dia banyak terlibat dalam diskusi-diskusi pembentukan kebijakan ekonomi kreatif dikalangan pemerintahan negara-negara Eropa.
Menurut definisi Howkins, Ekonomi Kreatif adalah kegiatan ekonomi dimana input dan outputnya adalah Gagasan, hanya dengan modal gagasan, seseorang yang kreatif dapat memperoleh penghasilan yang sangat layak.

Dr. Richard Florida dalam bukunya "The Rise of Creative Class" dan "Cities and the Creative Class", dia menyuarakan tentang industri kreatif dan kelas kreatif di masyarakat (Creative Class). Menurut Florida "Seluruh umat manusia adalah kreatif, apakah ia seorang pekerja di pabrik kacamata atau seorang remaja digang senggol yang sedang membuat musik hip-hop. Namun perbedaanya adalah pada statusnya (kelasnya), karena ada individu-individu yang secara khusus bergelut dibidang kreatif (dan mendapat faedah ekonomi secara langsung dari aktivitas tersebut). Tempat-tempat dan kota-kota yang mampu menciptakan produk-produk baru yang inovatif tercepat akan menjadi pemenang kompetisi di era ekonomi ini".

Robert Lucas, pemenang Nobel dibidang Ekonomi, mengatakan bahwa kekuatan yang menggerakan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi kota atau daerah dapat dilihat dari tingkat produktifitas klaster orang orang bertalenta dan orang-orang kreatif atau manusia-manusia yang mengandalkan kemampuan ilmu pengetahuan yang ada pada dirinya.

Presiden RI pada pembukaaan Pameran Pekan Budaya Indonesia, juga tengah bersiap-siap menyambut era Ekonomi Kreatif ini, yang Beliau sebut sebagai ekonomi gelombang ke-4. Ekonomi gelombang keempat merupakan kelanjutan dari ekonomi gelombang sebelumnya yang mengandalkan teknologi informasi sebagai ujung tombak. Keunggulan ekonomi gelombang baru ini adalah ekonomi yang menitikberatkan pada tiga aspek orientasi yakni kreativitas, budaya dan warisan budaya, serta lingkungan. Perhatikan bahwa KREATIVITAS akan menjadi pijakan utama dalam ekonomi gelombang baru ini.
Menteri Perdagangan RI, Dr Mari Elka Pangestu pada tahun 2006 sudah meluncurkan program Indonesia Design Power di jajaran Departemen Perdagangan RI, yaitu suatu program pemerintah yang diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk-produk Indonesia dipasar domestik maupun ekspor.
Ekonomi dan Kreatif, kedua hal ini bukanlah hal yang baru karena sejak dulu sudah dikenal. Yang baru adalah hubungan diantara keduanya yang kemudian menghasilkan penciptaan nilai ekonomi yang dahsyat dan menciptakan lapangan pekerjaan yang baru melalui eksplorasi HKI ( Hak Kekayaan Intelektual ). Keberadaan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam hubungan antar manusia dan antar negara merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri. HKI juga merupakan sesuatu yang given dan inheren dalam sebuah masyarakat industri atau yang sedang mengarah ke sana. Keberadaannya senantiasa mengikuti dinamika perkembangan masyarakat itu sendiri. Begitu pula halnya dengan masyarakat dan bangsa Indonesia yang mau tidak mau bersinggungan dan terlibat langsung dengan masalah HKI.
Secara umum Hak Kekayaan Intelektual dapat terbagi dalam dua kategori yaitu: Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri. Sedangkan Hak Kekayaan Industri meliputi Paten, Merek, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Rahasia Dagang dan Varietas Tanaman.

Dari penelitian-penelitian statistik yang super canggih di Amerika, mereka telah berhasil mengidentifikasi bahwa konsep-konsep dan gagasan kreatif adalah modal baru bagi perkonomian di negara-negara maju, yang ternyata ekonomi kreatif telah mampu menjadi sumber ekonomi yang tinggi.
Industri kreatif umumnya melahirkan inovasi-inovasi yang layak dipatenkan. Karenanya orang-orang yang bekerja di dunia penelitian sains dan teknologi, arsitek, desainer produk/mebel, desainer grafis, pemusik dan seniman adalah bagian dari keluarga besar ekonomi kreatif. Pergeseran orientasi ekonomi dunia dari ekonomi Fordist ke post-Fordist yang mengedepankan aset sumber daya manusia, telah menyebabkan persaingan luar biasa dalam merebut dan merayu talenta-talenta di dunia kreatif ini.
Masa depan ekonomi dunia berada di pundak orang-orang kreatif yang mampu menyulap pengetahuan dan kreativitas menjadi inovasi yang melahirkan mesin ekonomi yang luar biasa. Dan kota-kota dunia pun berlomba-lomba merayu para talenta ini. Atau diistilahkan Richard Florida sebagai fenomena ‘global competition of talents.’ Itulah sebabnya Silicon Valley keluar sebagai pemenang. Itulah sebabnya kota-kota di Inggris dan Belanda beralih dari ekonomi berbasis industri menjadi ekonomi kreatif sebagai basis masa depan. Di Inggris mereka menghasilkan pergerakan ekonomi senilai 112 milyar Poundsterling. Di Singapura, tahun 2005 diluncurkan gerakan ekonomi kreatif dengan tema Design Singapore, Media 21 dan Rennaisance City 2.0.

Bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia memiliki karateristik yang spesifik dan perlu perencanaan yang matang, agar dapat berperan aktif dalam era ekonomi kreatif, seperti :
1. Pertanian: Kondisi geografis yang sangat luas dan sumber daya alam yang melimpah tetap merupakan daya tarik dalam berinvestasi dibidang pertanian. Pergeseran orientasi ekonomi didunia barat cenderung mengatakan era geografis telah usai di negara mereka. Itu bagi mereka. Menurut saya, itu belum sepenuhnya benar untuk Indonesia, walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa masa kejayaan Indonesia dalam bidang pertanian telah mulai meredup dan tersalip oleh negara ASEAN lain seperti Thailand dan Vietnam. Bila dilihat dalam statistik, luas lahan pertanian juga semakin susut dan arus urbanisasi tenaga kerja produktif pedesaan yang lebih tertarik bekerja di kota terus meningkat. Tetapi apakah ekonomi pertanian harus berlalu tanpa bekas? Bila kita renungi, banyak sekali kesenian-kesenian tradisional, upacara adat, bahkan sampai hajatan pernikahan yang terkait erat dengan aktifitas pertanian (musim bercocok tanam sampai ke pasca panen memiliki makna religius dan sosial kemasyarakatan yang sangat unik). Desain alat pertanian yang jenius, lagu-lagu tentang alam, sistim irigasi yang unik, semua adalah bentuk dari kearifan budaya tradisi pertanian yang mengakar sangat dalam pada masyarakat Indonesia, dan jejak itu tetap melekat secara budaya maupun perilaku, terpatri (embedded) didalam DNA bangsa Indonesia.
2. Industri: Jumlah tenaga kerja yang sangat besar dan murah serta ketersediaan kawasan industri yang juga melimpah menjadi daya tarik negara-negara maju untuk merelokasi industrinya ke Indonesia. Indonesia juga belum sampai pada pencapaian efisiensi industri yang menggembirakan dikarenakan permasalahan energi yang belum sepenuhnya tertanggulangi dengan baik.
3.Informasi: Pendidikan tidak dapat dilepaskan dari informasi. Saat ini pemerintah masih terus berupaya meningkatkan taraf pendidikan rakyat Indonesia. Sekolah-sekolah Tinggi dan Kejuruan masih didominasi di kota-kota besar/Ibukota profinsi. Dari sisi teknologi informasi, jumlah satuan daya sambung telepon dan penetrasi sambungan Internet masih akan terus berkembang karena pada saat ini masih terkonsentrasi terbesar di Jawa dan wilayah Indonesia Bagian Barat.
4.Kreatif: Tanpa disadari, peradaban Indonesia dan warisan budayanya sangatlah tinggi dan telah berlangsung berabad-abad yang silam. Bukti supremasi peradaban Indonesia bisa dilihat dari warisan produk budaya Indonesia seperti kecanggihan enjiniring pada Borobudur, teknik pembuatan kapal, beladiri tradisional, tari-tarian, alat musik, senjata tradisional, pengobatan tradisional, sandang, dan masih banyak lainnya.
Dibutuhkan upaya yang sitematis dan terencana dalam mensikapi keunikan yang dimiliki Indonesia ini, yang harus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia adalah mengenali warisan budaya nya dan berfikir kreatif untuk pengembangannya dalam kontek masa depan.

Menurut Florida adalah tidak cukup bila swasta atau pemerintah berfikir dengan hanya membangun kawasan industri yang canggih maka akan segera tercipta suatu lingkungan yang kreatif. Dibutuhkan kemampuan untuk melihat penciptaan ekonomi dari beberapa sudut, seperti dari ekonomi itu sendiri, dari sisi teknologi dan dari sisi artistik & kreatif. Disetiap daerah yang memiliki tingkat ekonomi tinggi, terdapat karakter-karakter yang terdiri dari 3 komposisi : Talenta, Toleransi dan Teknologi.
1. Talenta: Orang-orang yang memiliki talenta memiliki penghasilan yang tinggi dari gagasan-gagasan kreatifnya. John Howkins menyebut mereka sebagai orang-orang yang hidup dari penciptaan gagasan dan mengeksploitasinya dengan berbagai cara.
2. Toleransi: Florida mengatakan bahwa saat ini lapangan pekerjaan akan tercipta di tempat-tempat dimana terdapat konsentrasi yang tinggi dari para pekerja kreatif, bukan kebalikannya. Mengapa, mudah saja, orang-orang yang memiliki talenta tinggi memiliki daya tawar yang tinggi, mereka memiliki banyak alternatif karena permintaan tinggi. Bila mereka ditawari pekerjaan didaerah-daerah yang sepi dan membosankan, mereka cenderung akan menolak, maka yang lebih berkepentingan adalah user dari pekerja kreatif ini dan user akan mengalah, asalkan mereka mendapat SDM yang berkualitas. Apa hubungannya dengan Toleransi ? Ini berkaitan dengan iklim keterbukaan. Bila suatu daerah memiliki tingkat toleransi yang tinggi terhadap gagasan-gagasan yang cerdas dan kontroversial, serta mendukung orang-orang yang berani berbeda, maka iklim penciptaan kreatifitas dan inovasi akan semakin kondusif, karena pekerja kreatif dapat bebas mengekpresikan gagasannya. Termasuk dalam toleransi adalah kemudahan untuk memulai usaha baru dan ketersediaan kanal-kanal solusi finansial untuk mengembangkan bisnis.
3. Teknologi. Teknologi sudah menjadi keharusan dan berperan dalam mempercepat, meningkatkan kualitas dan mempermudah kegiatan bisnis dan bersosial. Teknologi menunjang produktifitas. Dengan demikian, kemudahan mengakses dan membeli teknologi, transfer teknologi adalah faktor penting dalam pembangunan ekonomi kreatif. Contoh dalam penggunaan perangkat lunak. Bagi Negara berkembang seperti Indonesia, pembelian lisensi perangkat lunak adalah suatu kendala besar karena harga perangkat lunak di Jakarta masih relatif sama dengan harga di New York. Tentu dirasakan mahal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Biaya mengakses internet di Indonesia juga masih dirasakan terlalu tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Ini adalah faktor penghambat kelancaran lahirnya industri-industri baru.
Indonesia mempunyai banyak modal kreatifitas, yang kurang hanya tidak punya kemampuan untuk mengintegrasikannya. Oleh karena itu yang dibutuhkan Indonesia adalah langkah-langkah untuk mengenali apa yang kita miliki (jati diri bangsa dan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia) dan menyusun langkah-langkah konstruktif , misalnya Menyusun Cetak Biru Ekonomi Kreatif Indonesia yang melibatkan seluruh Stake Holder, menggiatkan inisiatif ( baik swasta maupun Pemerintah ) untuk menciptakan tempat-tempat pengembangan talenta industri kreatif didaerah-daerah, menciptakan produk yang berbasis budaya berdasarkan prioritasnya, misalnya:
- Pariwisata
- Kerajinan
- Gaya Hidup (spa, herbal, kulinari)
- Furniture, dll

Tidak ada komentar: