Kamis, 09 April 2009

Nasehatnya Warren Buffett tentang talenta

Hanya karena anda seorang Investor yang hebat, tidaklah berarti anda adalah seorang manajer bisnis yang terlatih. Mengenali talenta berbeda dengan memiliki talenta.
Seorang investor hebat harus mampu mengenali talenta, seperti pelatih sepak bola harus mengenali pemain yang hebat. Warren Buffett mengetahui apa yang harus dicari dari seorang manajer, tetapi dia sendiri tidak mampu memainkan bola dengan baik.
Mengenali kemampuan anda dan kemampuan orang lain serta mampu memanfaatkan ke-duanya dengan baik secara optimal adalah kunci untuk menjalankan bisnis yang sangat berhasil.
Bershire memiliki 180.000 karyawan, hanya 17 orang saja dari merka yang ada di kantor pusat. Warren pada dasarnya membiarkan para manajernya menjalankan bisnis mereka sendiri, meminta mreka bertanggung jawab atas keputusan mereka.
Mengelola perusahaan besar itu mudah, jika anda membiarkan orang2 lain melakukan semua tugas2 yang berat, triknya adalah memiliki manajer yang tepat lalu membiarkan mereka sendiri mengerjakan tugas-tugas mereka.

Selasa, 07 April 2009

Belajar Mengatasi Krismon dari Tiongkok

By Dahlan Iskan

DALAM seminar besar yang diselenggarakan mahasiswa Universitas Petra Surabaya bulan lalu, seorang peserta bertanya pada saya: apakah Tiongkok juga akan mengalami krisis ekonomi? Pertanyaan tersebut dikemukakan lantaran negeri itu sudah mengalami pertumbuhan ekonomi antara 9 sampai 12 persen pertahun selama sudah lebih dari 10 tahun berturut-turut.

Waktu itu saya akan sulit menjawab karena saya bukanlah ahli ekonomi. Tentu saya banyak sekali membaca perkembangan ekonomi Tiongkok, namun tetap saja saya tidak punya otoritas untuk menjawabnya. Namun pertanyaan mahasiswa Petra tersebut terus mendorong saya untuk ikut mencari jawabnya. Apalagi sejak pertanyaan itu diajukan hingga tulisan ini saya buat, saya sempat dua kali lagi ke Tiongkok. Tentu saya juga banyak bertanya, membaca dan menganalisis apa yang sedang terjadi dan kemungkinan apa yang bakal terjadi.

Memang banyak juga pengamat dan pelaku bisnis yang memperkirakan bahwa Tiongkok juga akan dapat giliran ambruk. Mereka tinggal berbeda pendapat mengenai kapan waktunya? Ada yang berpendapat bencana itu akan terjadi pada tahun 2009, yakni setelah Olimpiade Beijing, ada juga yang berpendapat lebih cepat dari itu.

Dasar pemikiran kelompok ini adalah logika bahwa pertumbuhan ekonomi yang begitu tinggi secara terus menerus akan membuat ekonomi kepanasan (over heated) sehingga pada saatnya akan meledak.

Pendapat itu juga didasari pada besarnya kredit macet di bank-bank Tiongkok yang nilainya jauh sekali lebih besar dari kredit macet di bank-bank di Indonesia sebelum krisis. Hal itu terjadi karena sistem perbankan di sana juga masih belum baik, sesuatu yang dulu juga terjadi di Indonesia.

Gejala jelek lain adalah booming properti. Di mana-mana di seluruh Tiongkok orang membangun rumah, gedung, kota baru, jembatan, hotel, apartemen seperti tak habis-habisnya. Akibatnya banyak rumah dan apartemen dan perkantoran yang tidak laku. Gedung-gedung tinggi yang gres dan wah itu masih banyak yang kosong tak terjual.

Belum lagi adanya faktor eksternal yang bisa saja sengaja ingin mengganggu Tiongkok agar tidak bisa menjadi raksasa ekonomi dunia. Pihak eksternal itu bisa saja merasa Tiongkok akan jadi ancaman bagi dominasi ekonomi negaranya selama ini.

Bagaimana pendapat saya sendiri? Saya tidak setuju dengan analisis itu. Tiongkok akan bisa terhindar dari krisis ekonomi dengan beberapa fakta berikut ini :

Pertama, cadangan devisa Tiongkok luar biasa besarnya. Kini mencapai USD 400 miliar dan masih akan terus bertambah lagi. Negara-negara yang terkena krisis ekonomi lima tahun lalu umumnya tidak mempunyai cadangan devisa yang cukup.

Kedua, bisnis properti memang boom, namun agak berbeda dengan apa yang terjadi di Indonesia atau Thailand waktu itu. Boomingnya properti di Tiongkok tidak sampai membuat harga-harga properti naik gila-gilaan. Selama lima tahun terakhir, kenaikan harga properti di Tiongkok hanya mencapai 4 persen saja.

Suatu kenaikan yang amat kecil. Bandingkan dengan booming properti di Indonesia saat itu yang kenaikan harganya tak terbendung, terus naik seperti mengikuti selera yang menggoreng harga.

Ketiga, investasi asing di Tiongkok lebih banyak yang bersifat investasi langsung. Bukan investasi saham atau pinjaman luar negeri. Dengan investasi yang sifatnya langsung investor asing tidak akan gampang cabut dari Tiongkok. Dan memang aturan investasi di Tiongkok yang di satu pihak dipuji setinggi langit itu sebenarnya ada segi yang sangat jitu: investor tidak bisa membawa keluar uang mereka. Ini sangat berbeda dengan investasi lewat bursa saham yang setiap detik bisa ditarik ke luar. Di Tiongkok, saat ini, pasar saham di sana justru melemah. Indeks harga saham di bursa Shanghai maupun Shenzhen justru turun terus bahkan sampai 40 persen dari harga tertingginya.

Keempat, kontrol devisa di Tiongkok dilakukan sesuai dengan kepentingan negeri itu, termasuk terus memasang kurs yuan pada tingkat yang sangat menguntungkan ekspor negeri itu. Ini sama sekali bertolak belakang dibanding dengan negara-negara yang terkena krisis ekonomi lima tahun lalu. Indonesia, misalnya, saat itu menganut sistem devisa yang sebebas-bebasnya dengan menetapkan nilai tukar rupiah yang semangambang-mengambangnya. Biar pun tekanan untuk mengubah sistem nilai tukar yuan begitu kuat , toh nyatanya Tiongkok tetap bergeming.

Kelima, Tiongkok sendiri sudah mulai memperbaiki sistemnya. Termasuk “menurunkan” suhu booming properti. Lima bulan lalu Tiongkok mulai mengendalikan kredit untuk properti. Sistem perbankannya juga terus diperbaiki.

Tentu setiap orang bisa punya pandangan yang berbeda. Saya sendiri masih akan terus mengamati apa yang terjadi di sana sehingga bisa saja suatu saat ada perkembangan lain yang bisa mengakibatkan kesimpulan yang lain pula.(*)

Posted by Kang Dadang'S at 4:33 AM
Labels: Catatan Dahlan Iskan on Belajar dari Tiongkok'China'

Senin, 06 April 2009

Cassano, penyebab kekacauan keuangan dunia

By Hilman Muchsin

Krisis finansial global sebenarnya merupakan koreksi dari fenomena yang berkembang pesat sejak tahun 1990 – an, ketika Investment bank di AS tumbuh secara cepat, sangat agresip, hingga jauh melampaui kemampuan sektor riil untuk menyangganya.
Investment bank membiakan dana dana dari nasabahnya ( individu / institusi ) ke berbagai portofolio yang umumnya memberi hasil (yield) yang tinggi, misalnya diinvestasikan ke dalam bentuk surat berharga seperti saham, obligasi, reksadana dan Derivatif.

Investment bank adalah bank yang sistim operasinya tidak seperti bank komersial yang menggunakan sistim konvensional dan karakteristik investment bank berbeda dengan bank komersial (bank umum) .
Sedangkan bank komersial kalau dilihat dalam kaitan dengan masalah penanggulangan risiko, terdapat dua peran utama Bank yang menjadi posisi utama dalam definisi tersebut, yaitu yang menyangkut peranannya sebagai lembaga kepercayaan masyarakat (Agent Of Trust) dan sebagai agen pembangunan (Agent Of Development) dalan perekonomian.

Bagi bank komersial, struktur permodalannya (capital structure), harus senantiasa memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh lembaga pengawas (bank Indonesia) atau otoritas moneter. Pemenuhan kewajiban menjaga besaran modal tidak semata-mata terkait dengan persoalan yang dihadapi pemegang saham bank saja, melainkan langsung terkait dengan kepentingan masyarakat dan perekonomian secara luas.

Jadi bank komersial tidak bebas menentukan capital structure-nya sendiri artinya terdapat persyaratan minimum yang harus/wajib dipenuhi bank, ini sangat berbeda dengan industri di sektor riil, yang bebas menentukan capital structure. Maksud dari capital structure disini adalah gambaran dari komposisi sumber-sumber pendanaan yang dipergunakan dalam membiayai asset serta kegiatan operasionalnya.
Capital structure dalam sebuah bank umumnya merupakan kombinasi dari unsur-unsur pendanaan yang bersumber dari setoran modal saham, penerbitan BOND ataupun dari pinjaman-pinjaman lainnya.

Perbedaan utama dari kedua jenis bank adalah, investment bank lebih menonjol dalam exposure yang menghasilkan margi keuntugan yang sebesar-besarnya dan sesingkat-singkatnya, yang tentu saja banyak unsur spekulatipnya. Sedangkan bank komersial (bank umum) melakukan exposurenya lebih konvensional dan sering disebut tradisional, yang lebih banyak fokus mendorong sektor riil.
Di Amerika (AS), peran investment bank lebih besar dari pada bank-bank komersial. Nama-nama investment bank di AS, seperti Lehman Brothers, JP Morgan, Goldman Sachs, Bear Sterns, Morgan Stanley, dll.

Exposure Investment bank lebih gemerlap dari pada bank komersial, karena laba yang diciptakan jauh diatas bank-bank komersial. Exposure bank komersial dieruntukan untuk kredit ke sektor riil yang tidak menjajikan laba extra seperti invesment bank.
Sejak tahun 1990 – an, kreatifitas nya investment bank dalam hal exposure ( seperti instrumen derivatif ) demikian hebat seperti balon yang terus dipompa untuk mendapatkan laba yang sebesar-besarnya. Akibatnya terjadi disparitas atau jurang yang menganga disektor finansial antara investment bank dan bank komersial dan oleh para ekonom disebut sebagai Economic bubbles (gelembung sabun). Dan tidak mungkin balon bisa terus menggelembung tanpa pernah pecah, dan akhirnya balon tersebut benar-benar pecah pada akhir juli 2007 ( meletusnya subprime mortgage ) yang menyebabkan too big to fail maksudnya terlalu beresiko jika sampai bangkrut, karena magnitude nya terlalu besar. Kenapa demikian ? jawabannya adalah seperti ketika kita membawa mobil dengan kecepatan yang sangat tinggi, jika tiba-tiba di depanya ada kucing lewat melintas , maka sekecil apapin mobil tersebut dibanting setirnya, akan berakibat fatal.

Pertanyaan adalah bagaimana ceritanya krisis finansial AS itu bisa sampai menular keseluruh dunia termasuk Indonesia ???

Menurut A. Tony Prasetiantono, Ph.D, mekanismenya sederhana. Ketika bank-bank investasi bangkrut karena aset yang dipegangnya menyusut dengan amat drastis, maka kepanikan pun menyebar. Kenapa ? karena semua perusahaan finansial terkenal dan top di AS merupakan emiten di bursa efek New York (NYSE), sehingga kepanikan dengan cepat menular keseluruh dunia. Kenapa panik ? Karena para investor saham di New York umumnya juga menjadi “pemain” di bursa efek seluruh dunia termasuk Indonesia. Akibatnya, pergerakan indeks harga saham dunia, secara umum lebih sering paralel dengan dinamika di New York.. Artinya apa yang terjadi di New York, dengan segera secara real time dapat tertularkan ke seluruh dunia, dan inilah yang dinamakan globalisasi sektor finansial.

Ketika masyarakat dunia memiliki eskpetasi dan persepsi yang muram terhadap perekonomian dunia, maka hal itu akan terefleksikan pada harga minyak dunia yang menurun tajam. Harga minyak dunia terjun bebas dari USD 147 (juli 2008), menjadi USD 40 pada medio desember 2008.

Siapa oknum sebenarnya, yang menyebabkan krisis finansial global ???
Joseph J. Cassano, dialah orang yang paling dipersalahkan sebagai penyebab krisis global sekarang ini.

Siapa Cassano itu ?????

Nama cassano sangat terkenal di Eropa, dia penciptap credit default swaps (CDS)
Cassano asli nya orang New York yang berkantor di London. Dia adalah pimpinan anak usahanya American International group (AIG) di London, Yang menyebabkan dia terkenal adalah karena kantor pusatnya AIG yang di New York sangat tergantung padanya. Kenapa bisa demikian ???

Pada tahun 1990 – an bank-bank di Eropa lagi kelebihan dana, artinya banyak deposito milik masyarakat yang ditaruh di bank-bank Eropa. Bank harus membayar membayar bunga deposito, karenanya mereka mencari akal untuk memutar uang tersebut di pasar agar bisa menghasilkan keuntungan yang lebih besar.
Cassano sangat mengetahui hal tersebut, bahkan dia sangat tahu kalo lembaga-lembaga keuangan di AS lagi kesulitan dana karena banyaknya kredit perumahan yang macet (subprime mortgage). Seperti diketahui bahwa Orang Amerika tidak suka menabung, mereka lebih suka belanja. Rupanya kebiasaan orang Amerika itulah yang menyebabkan ekonomi Amerika serikat bergaiarah. Karena kebiasaan itu membuat tabungan masyarakat di AS termasuk sangat kecil atau rendah di dunia rata-rata hanya 2 % dari pendapatan. Masyarakat AS lebih suka hidupnya tergantung pada kartu kredit, artinya kebiasaan ini menyebabkan masyarakat AS sering defisit setiap bulannya.

Nah…disaat seperti inilah Cassano datang dengan membawa resep yang katanya bisa membersihkan racun dari madu ?. yaitu dengan resep Credit Default Swaps (CDS).
Jadi bank-bank di Eropa bisa memnjamkan uang kepada lembaga keuangan di AS seperti Lechman Brothers, Goldman Sacgs, dll dengan swaps atau jaminan perlindungan dari AIG, dengan cara mereka membayar fee yang cukup besar kepada AIG yang nilainya bisa mencapai sampai 500 basis poin. Bandingkan fee maksimum untuk faslitas equity swaps saja besarnya 100 basis point.

Cassano bisa menggerakan bank-bank Eropa memberikan kredit kepada lembaga keuangan yang jaminannya adalah kredit-kredit gagal bayar seperti yang berasal dari subprime morgatge. Cassano bisa mengemas paket tersebut dengan kemasan yang bagus, walaupun isinya busuk ! Kok bisa ??? karena yang membungkus adalah perusahaan-perusahaan terpercaya yang ratingnya AAA (tertinggi).
Transaksi pepesan ala Cassano dengan CDS bisa mencapai USD 562 Miliar sekitar Rp 70.000 triliun !!!! selama 6 tahun, dengan gaji si Cassano Rp 300 miliar per-tahun diluar bonus. Kalau di total dengan bonusnya mencapai Rp 4 triliun .

Ternyata resep yang ditawarkan Cassano meledak pada tahun 2007, dimana bank-bank di Eropa yang meminjamkan uangnya ke lembaga-lembaga keuangan AS dengan jaminan CDS dari AIG mulai menagih ke AIG, karena lembaga keuangan di AS tidak sanggup bayar hutang. Akibatnya AIG merugi( saat itu ) USD 25 miliar.
Warren Buffett orang terkaya di dunia saat ini (mengalahkan Bill Gates) , pada tahun 2002 sudah mengingatkan secara terbuka bahayanya perdagangan derivatif, dia mengibaratkan perdagangan derivatif ini sebagai senjata pemusnah masal dalam keuangan. Dia punya pengalaman pahit membeli perusahaan yang rupanya sudah di gelembungkan melalui berbagai instrumen perdagangan derivatif. Mau di jual lagi tdak laku, ya terpakasa harus membersihkan racun dari perusahaan selama 5 tahun dengan kerugian yang besar.

Jadi sebenarnya subprime mortgage hanya satu bagian kecil dari penyebab kekacauan keuangan global saat ini. Sehingga begitu besar dan ruwetnya, pemerintah manapun di dunia ini tidak bisa lagi mengontrol perdagangan derivatif itu, bahkan menurut warren buffett untuk memonitor pun sudah tidak mampu lagi.
Cassano sudah diberhentikan, dengan pesangon Rp 300 miliar. Bahkan tidak lama setelah diberhentikan, dia diangkat oleh AIG menjadi konsultan dengan bayaran Rp 12 milir per-bulan !!!!!
Moral eksekutif di AS sudah keterlaluan serakahnya, yang pada akhirnya menyebabkan rakyat amerika marah dan tidak percaya lagi pada lembaga keuangan. Dan inilah bermulanya kepanikan, sehingga kepanikan itu makin memperparah krisis.

Salam,
Hilman Muchsin

Kamis, 02 April 2009

Russia has become the first major country to call for a partial restoration of the Gold Standard to uphold discipline in the world financial system.

Arkady Dvorkevich, the Kremlin's chief economic adviser, said Russia would favour the inclusion of gold bullion in the basket-weighting of a new world currency based on Special Drawing Rights issued by the International Monetary Fund.

Chinese and Russian leaders both plan to open debate on an SDR-based reserve currency as an alternative to the US dollar at the G20 summit in London this week, although the world may not yet be ready for such a radical proposal.



Mr Dvorkevich said it was "logical" that the new currency should include the rouble and the yuan, adding that "we could also think about more effective use of gold in this system".

The Gold Standard was the anchor of world finance in the 19th Century but began breaking down during the First World War as governments engaged in unprecedented spending. It collapsed in the 1930s when the British Empire, the US, and France all abandoned their parities.

It was revived as part of fixed dollar system until US inflation caused by the Vietnam War and "Great Society" social spending forced President Richard Nixon to close the gold window in 1971.

The world's fiat paper currencies have lacked any external anchor ever since. It is widely argued that the financial excesses and extreme debt leverage of the last quarter century would have been impossible - or less likely - under the discipline of gold.

Russia is a major gold producer with large untapped reserves of ore so it has a clear interest in promoting the idea. The Kremlin has already instructed the central bank of gradually raise the gold share of foreign reserves to 10pc.

China's government has floated a variant of this idea, suggesting a currency based on 30 commodities along the lines of the "Bancor" proposed by John Maynard Keynes in 1944.

Rabu, 01 April 2009

Re: Akibat resesi Global,..... Perlukah pasar bebas ???

Bung Donald,

Anda mengatakan bahwa “Teori pasar bebas ini sudah diuji terus selama 200 tahun dan menghasilkan negara super power US. Apapun namanya US masih super power dan Rusia sudah bangkrut dan china menjadi kapitalis dan sosialis ”…….

Perlu anda pahami anda ketahui, Bahwa sebenarnya Pasar bebas (free market) yang ramai dibicarakan tidak pernah ada dalam dunia perdagangan, yang ada adalah pasar yang diatur (regulated market) masin-masing Negara, Setiap negara mengatur pasar domestik dan pasar luar negerinya sendiri-sendiri.

Kalo anda ‘ga percaya ? silakan anda hubungi Dr Jamhari, beliau dosen di fakultas pertanian Universitas Gajah mada (UGM) yang menjadi pembicara dalam seminar “Dampak Free Trade Agreement terhadap petani” di Yogyakarta, Sabtu

Jadi anda bisa mengatakan kalo pasar bebas sudah diuji 200 tahun, darimana ?

Siapa bilang Rusia bangkrut ?, Justru Rusia sekarang lebih hebat keuangannya dari pada Amerika !!!

Perlu anda ketahui, bahwa Negara-negara maju seperti Amerika sebagai trendsetter dunia menginginkan pasar yang lebih karena akan lebih menguntungkan mereka dengan upaya penerapan dan penurunan tarif.

Output perkapita di negara maju sudah tinggi, sehingga untuk menjual barang-barang produksi mereka perlu menjualnya ke negara-negara berkembang yang output perkapitanya lebih rengadah.

Bagi negara-negara berkembang, posisinya kurang menguntungkan. Karena negara-negara maju memaksakan akses pasar ke negara berkembang, sementara mereka enggan mungurangi subsisdi domestiknya.

Buku Mystery of Capital karangan ekonom Peru Hernando de Soto yang terbit tahun 2000, selama tahun 2000-2001 diulas secara luas di kalangan internasional tetapi rupanya tidak cukup mendapat perhatian di Indonesia. Buku ini menyingkap ”rahasia” kemiskinan di negara-negara berkembang, dan menerangkan mengapa (sistem ekonomi) kapitalisme yang memenangkan perang melawan sosialisme di dunia Barat, ”membangkrutkan” Soviet UNI tahun 1991, tidak berkembang atau akan selalu gagal berkembang di negara-negara miskin seperti Peru atau Indonesia.

Adapun alasan utama kapitalisme (akan) gagal di dunia ketiga adalah bahwa sistem ekonomi modern ini baru menyentuh sebagian kecil perekonomian, sedangkan sebagian besar yang merupakan sektor ekonomi (perekonomian) rakyat berjalan dengan, pola kerja dan mekanisme sendiri terlepas dari apa yang terjadi pada sebagian kecil sektor industri modern di kota-kota besar. Sektor ekonomi rakyat ini dalam literatur disebut sektor informal, ”underground economy”, atau ”extra legal economy”, yang tak pernah diperhitungkan peranannya. Bahkan jika pemerintah Indonesia kini menggunakan istilah ”UKM”(Usaha Kecil dan Menengah), sektor ekonomi rakyat yang sebagian besar tidak dapat dikategorikan sebagai ”usaha” tidak masuk dalam kelompok UKM.

Pemenang hadiah nobel perdamainan Muhammad Yunus menulis bahwa kapitalisme masih bertahan hingga kini, tapi sekian tahun setelah komunisme hancur di Uni Soviet, dunia masih dihantui kemiskinan dan keterbelakangan. Perdagangan global meningkat, perusahaan multinasional menyebar ke banyak negara berkembang, tapi ternyata tak semua orang bisa ke luar dari jeratan kemiskinan.

Komunisme hancur, setidak-tidaknya di Uni Soviet, dan yang keluar sebagai pemenang adalah kapitalisme, tapi setengah dari 6 miliar penduduk bumi ini hanya memiliki pendapatan US$ 2 sehari (setara Rp 24 ribu), bahkan satu miliar manusia di muka bumi ini hanya hidup dengan US$ 1 sehari.

Muhammad Yunus bahkan percaya bahwa 94% pendapatan dunia dimilik oleh 40% penduduk super kaya dunia. 60% warga dunia lainnya hanya hidup dengan 6% pendapatan dunia. Ini ketimpangan yang luar biasa.

Kenapa semua ini terjadi atau kenapa begitu banyak orang yang tak bisa terangkat dari jurang kemiskinan di saat negara-negara maju menghendaki pasar yang lebih bebas dan globalisasi justru dielu-elukan sebagai satu-satunya jalan keluar dari masalah keterbelakangan ????

Kenapa idiologi dari pasar yang diharapkan terbuka lebih bebas atau globalisasi justru memperparah kesenjangan antara negara miskin dan kaya ??? Kenapa jurang antarwarga kaya dan miskin makin melebar saat fundamentalisme pasar justru diterapkan dengan amat ketat ???

Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu adalah karena pasar yang lebih bebas terbuka atau globalisasi memang bukan senjata pamungkas untuk mengatasi semua masalah sosial yang dihadapi dengan karakter unik di masing-masing masyarakat atau negara.

Masalah akan bertambah rumit jika negara maju memaksakan kehendaknya untuk dijalankan oleh negara terbelakang. Cara-cara mengelola perekonomian suatu negara seharusnya tidak diintervensi oleh negara yang merasa dirinya kuat dari sisi ekonomi dan militer

Globalisasi haruslah menjadi sumber kemaslahatan, dan bukan sebaliknya sebagai menjadi sumber kesengsaraan di banyak negara lemah seperti saat ini. Idiologi ini harus menyesuaikan diri dengan perubahan dan bukannya statis tanpa mau menerima perbaikan.

Bung Donald, saya kira anda menjawab tulisan saya tanpa berdasarkan referensi, hanya justifikasi pribadi yang sangat pongah.. Ma’af jangan tersinggung

Salam,

Hilman Muchsin



Donaldy Sianipar wrote:
>
> To: milis_imab@yahoogroups.com
> From: geraldhtg@gmail.com
> Date: Tue, 31 Mar 2009 14:06:09 +0700
> Subject: Re: [milis_imab] FW: [itb77] Akibat resesi Global,..... Perlukah pasar bebas ???
>
>
> Menurut Ini ulasan pakar ekonomi yang nggak mengerti ekonomi atau tulisan di fabricated untuk kepentingan hipotesanya yang jatuhnya mirip dengan koperasi yang saat ini sudah ditinggalkan semua negara. Bisa dimaklumi sumber tulisan dari Prof Mubyarto dan Sri Edi Swasono yang ujungnya adalah ide dan gagasan dasar dari Muhammad Hatta (proklamator) .
>
> Tidak ada satu bentuk ekonomi yang demikian sempurna, bahkan dalam teori pasar bebas sekalipun sudah disebutkan konsep life cycle ekonomi, yaitu sampai puncak namanya Peak dan turun ke bawah namanya Resesi yang bisa jatuh ke Depresi kalau kita gagal membuat stimulus atau memberikan kepercayaan kepada pasar kembali. Kegagalan lainnya adalah bentuk kontrol pemerintah sebagai regulator, yang tentu saja sampai saat ini regulasi yang ada belum cukup karena perkembangan teknologi dan lainnya, dan sangatlah wajar kalau regulasi biasanya datang kemudian. Jadi tidak ada yang heran melihat keadaan sekarang karena teori ekonomi pasar pun sudah memberikan potential down risk seperti sekarang. Lebih jauh teori ekonomi saat inipun sudah berkembang terus diantaranya adanya hukum anti monopoli (Sherman act, Clayton act) yang jelas-jelas bertujuan untuk membuat pasar dapat bekerja dengan baik dan banyak perkembangan lainnya. Artinya pasar harus menjamin bahwasanya mereka yang efisien dan kreatif akan memperoleh profit dan kemakmuran, siapa yang malas dan tidak mau bekerja pasti akan menjadi miskin. Konsep ini agaknya cukup sejalan dengan konsep dalam Alkitab, karena Tuhan pun mengatakan siapa yang tidak bekerja tidak berhak mendapat makan atau perumpamaan talenta. Teori ekonomi baru coba diusulkan oleh Kuba dengan sosialisnya sama rata dan sama rasa, herannya Kuba tidak pernah menjadi negara maju dan miskin walau sudah membangun 35 tahun, Fidel Castro heran? Jawabannya sama rata dan sama rasa menciptakan kemandulan efisiensi kerja dan tidak merangsang kreativitas membangun. Untuk apa cape-cape jadi Dokter kalau memang gajinya sama dengan pembantu rumah tangga.
>
> Makanya di setiap seminar saya selalu menekankan hati-hati dengan istilah rakyat miskin, karena sebagian besar miskin bukan juga karena tidak ada kesempatan dan akses dana pinjaman, simply karena mereka malas dan tidak mau bekerja keras. Lihat saja sekeliling kita, mulai daripada karyawan, pembantu rumah tangga dan lainnya, semuanya bekerja malas2xan, main internet kalau tidak diawasi dan lainnya.
>
> Kalau Indonesia bagaimana? Indonesia sejak Soeharto bukan pasar bebas, US mendikte lebih banyak untuk kepentingan membendung komunis, jadi salah arahpun ya tidak apa2x asal anti komunis. Indonesia negara diktator selama 30 tahun dan tidak tahu apa itu pasar bebas, mungkin sejak krisis moneter kita mulai belajar, waktu harga minyak naik, semua protes (karena nggak mengerti bahwasanya hargapun bisa turun kalau harga minyak dunia turun), waktu turun baru mengerti mekanisme pasar. Jadi kita masih anak2x dalam pasar bebas, namun kalau memberikan pendapat sudah seperti professor. Teori pasar bebas ini sudah diuji terus selama 200 tahun dan menghasilkan negara super power US. Apapun namanya US masih super power dan Rusia sudah bangkrut dan china menjadi kapitalis dan sosialis. Semua menuju pasar bebas tinggal bagaimana regulasi bisa menjaga agar pasar dapat bekerja dengan sempurna (setiap orang punya akses yang sama, tidak ada monopoli yang bisa mempengaruhi harga dll). Sampai saat ini tidak ada teori ekonomi yang lebih baik dalam memberikan kemakmuran daripada pasar bebas
>
> Jadi kalau mau mengatakan pasar bebas sudah tidak relevan??? wah pendapat seperti ini agaknya kelewat berani ya!!
>

Re: Akibat resesi Global,..... Perlukah pasar bebas ???

Kang Nurhasan Achmad ysh,

Penilaiannya Kang Nurhasan sama persis dengan yang dirasakan Pemenang hadiah nobel perdamainan Muhammad Yunus dan ekonom Peru yang terkenal Hernando de Soto, yaitu saat ini keserakahan manusia bersatu dalam sistem ekonomi Kapitalisme, sehingga sistem ini begitu zhalim, menyiksa umat manusia, dan menciptakan kesenjangan yang sangat luar biasa. Sistem keuangan Kapitalis dengan pasar modalnya telah menjadi arena perjudian.

Kang Nurhasan ada baiknya kita perhatikan pernyataan sangat menarik disampaikan oleh Wakil Presiden M. Jusuf Kalla dalam pembukaan diskusi bertema Young Leader Forum dan Business Women Forum sebagai bagian acara World Islam Economic Forum di Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta, Minggu (1/3/2009).

Sebagaimana diberitakan Detikfance, Wapres memberikan pandangan bahwa sistem ekonomi Islam lebih mampu bertahan di tengah krisis global dibandingkan sistem Barat (Kapitalisme). Hal ini disebabkan sistem ekonomi Islam berbasis real transaction sedangkan Barat unreal transction.“Krisis terakhir telah mengajarkan ke kita untuk menggunakan sistem ekonomi Islam. Karena sistem ekonomi Islam yang pakai sistem real transaction, ternyata lebih bisa bertahan menghadapi krisis…. Hal ini bisa dilihat dari negara-negara yang menggunakan sistem ini terbukti tidak begitu terpengaruh. Beda dengan negara-negara Eropa yang menggunakan unreal transaction.” kata Wapres.

Pandangan Wapres sangat tepat, sebab negara-negara yang menerapkan sistem ekonomi Barat (Kapitalisme) sangat rapuh menghadapi krisis. Bukan saja rapuh, sistem ekonomi Barat itulah yang menjadi penyebab krisis.

Sistem ekonomi Barat tidak dibangun atas dasar ketakwaan kepada Allah SWT (lihat QS. at-Taubah: 109). Sistem ekonomi Barat dibangun atas dasar penghalauan peranan (hukum) Tuhan dari muka bumi (sekularisme) dengan nilai-nilai materialistik sebagai standar.

“Maka apakah orang-orang yang mendirikan mesjidnya di atas dasar taqwa kepada Allah dan keridhaan-(Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka Jahannam. Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang- orang yang zalim.” (QS. at-Taubah 109)

Jika terhadap Allah SWT Barat sangat sangat berani maka bagaimana jadinya terhadap umat manusia? Karena itu tidaklah aneh negara-negara Barat sejak dulu dikenal sebagai negara penjajah.

Saat ini pun mereka selalu berusaha mencengkram negeri-negeri Islam untuk menguasai sumber daya alam dan pasarnya. Mereka berusaha mengcengkram malalui pasar bebas dan globalisasi, privatisasi dan investasi asing, serta dengan menjadikan sektor ekonomi non riil (virtual sector) sebagai basis perekonomian dunia.

Tidaklah aneh pula negeri-negeri muslim seperti Indonesia yang berkiblat pada sistem ekonomi Barat mengalami krisis dan sering kali melahirkan kebijakan yang menyengsarakan rakyat. Setiap kebijakan ekonomi senantiasa didasarkan pada kepentingan asing dan investor. Sudah bukan rahasia lagi pembuatan undang-undang juga sarat dengan intervensi asing.

Sistem ekonomi Barat juga telah gagal mengangkat dirinya sendiri dari krisis sebagaimana dikatakan oleh Nouriel Roubini. Mereka gagal mengatasi krisis yang dipicu oleh masalah kredit macet subprime mortgage. Dana besar-besaran yang menyandera rakyat negara-negara Barat dalam hutang yang berkepanjangan juga tidak mampu mengeluarkan dari permasalahan. Pasar sektor non riil mereka tidak terlalu menganggap paket-paket stimulus sebagaimana yang terjadi Amerika. Perekonomian sektor non riil yang oleh Wapres Jusuf Kalla dianggap sebagai penyebab utama permasalahan ekonomi dunia adalah sumber penyakit ekonomi.

Allah SWT dalam QS. al-Baqarah 275 menggambarkan model perekonomian ribawi merupakan perekonomian yang “pasti jatuh”. Jika dapat berdiri pun berdirinya dengan sempoyongan. Ketidakpastian dan ketidakamanan merupakan karakteristik ekonomi Barat yang menjadikan riba sebagai model utama di dalam memperoleh profit.

Lihatlah negara-negara mana di dunia ini yang menerapkan sistem ekonomi Barat tidak pernah mengalami krisis ??? Dan negara mana pula setelah krisis tidak lagi dihantam krisis? Krisis terjadi berulang-ulang. Walaupun bisa diredam krisis pasti akan datang lagi dalam waktu yang lebih pendek dan lebih keras hantamannya.

Lihatlah pula negara-negara mana di dunia ini yang dikatakan negara kuat ekonominya? Pasti yang dikatakan sebagai negara-negara maju bukanlah negara kuat yang sebenarnya. Sebab bagaimana bisa dikatakan kuat keuangan negara senantiasa “lebih besar pasak daripada tiang” dengan jumlah hutang yang terus bertambah besar? Inilah yang menimpa negara-negara maju seperti Amerika.

Kehancuran-kehancuran ekonomi yang bersumbu di sektor non riil adalah kepastian. Tetapi ketidakpastian dan ketidakamanan ekonomi senantiasa mengiringi perekonomian yang menempatkan sektor non riil bisa berjalan beriringan dengan sektor riil.

Jual beli tidak sama dengan membungakan uang. Meraih untung melalui berdagang tidak sama dengan meraih untung melalui bermain saham dan produk derivatif. Berproduksi tidak sama dengan berinvestasi di pasar modal dan instrumen keuangan Barat lainnya. Namun itulah perekonomian non riil masih dianggap sebagai kegiatan ekonomi yang lazim.

Barat terjungkal oleh ekonomi non riil dan dunia pun terjungkal dengan ekonomi ini

Sumber : www.jurnal-ekonomi.org

Salam,
Hilman Muchsin


Nurhasan Achmad wrote:
>
> Kang Hilman,
>
> Sudah lama timbul pertanyaan dibenak saya: untuk siapa ekonomi liberal/pasar bebas itu dikembangkan? Apakah akan membawa manfaat untuk masyarakat luas/bangsa dunia secara keseluruhan, ataukah justru hanya untuk segelintir orang/bangsa yang kaya saja?
>
> Sekarang sudah terbukti bahwa sistem ekonomi liberal menghasilkan sistem ekonomi kapitalis, dimana orang/bangsa yang punya kapital besar dialah yang akan menguasai pasar bebas. Kapital disini bisa berupa modal finansial, penguasaan jalur-jalur informasi yang cepat dan akurat, jaringan pasar yang luas dan tertata serta kekuatan SDM yang berkualitas.
>
> Sedangkan masyarakat/bangsa yang lemah dan tidak mampu, semakin lama akan semakin terpuruk dan tergilas dalam sistem pasar bebas. Sehingga yang kaya semakin kaya, yang miskin bertambah miskin. Sistem ekonomi liberal hanya memberikan legitimasi pada sekelompok kecil orang/bangsa kaya saja, dengan mengorbankan sebagian besar masyarakat/bangsa miskin lainnya.
>
> Lihat, ekonomi Indonesia hanya dikuasai oleh sekelompok kecil konglomerat yang hidup bermewah-mewah dan bergelimang kekayaan (yang jumlahnya < 4% jumlah penduduk Indonesia), sementara sebagian besar rakyat kita hidup dibawah garis kemiskinan dan menderita kelaparan. Padahal bukankah sebagai Negara “Demokratis” yang katanya nomor 3 terbesar di dunia, kekuasaan ada di “tangan rakyat”??? Tapi mengapa rakyat yang “punya kekuasaan” malah menderita, dan tidak berdaya?? Apakah kita akan berkata: jangan salahkan konglomeratnya dong, tapi salahnya rakyat sendiri kenapa bodoh dan bisa dibodohi???
>
> Lihat, ekonomi dunia hanya dikuasai oleh sekelompok kecil Negara dengan jumlah penduduk sedikit yaitu negara-negara G-7 dan beberapa negara di Eropa Barat (yang jumlah penduduknya < 10% penduduk dunia), yang dengan arogansinya mempermainkan Negara-negara lain dengan penduduk padat yang rakyatnya miskin, menderita kurang gizi dan mati kelaparan (terutama negara-negara Afrika, Asia, Amerika Latin, Eropa Timur). Apakah kita akan berkata: jangan salahkan Negara majunya dong, salah sendiri menjadi bangsa yang bodoh dan terbelakang???
>
>
>
> Lantas dimanakah tanggung jawab sosial?? Dimana letak keadilan??
>
>
>
> Kang Hilman,
>
> Para kapitalis dunia melalui pemerintahan negara yang kuat ekonominya dan mempunyai ideologi pasar bebas, perdagangan bebas dan privatisasi industri, sering menekan negara dan pemerintahan yang lemah untuk melepaskan penguasaan terhadap aset-aset negara kepada swasta. Awalnya swata dalam negeri, kemudian akan dibeli oleh swasta asing lewat perdagangan saham di lantai bursa.
>
>
>
> Dengan cara ini para kapitalis dunia bisa membeli aset-aset negara di manapun di pelosok bumi ini. Begitu mudahnya mereka meraih ambisinya lewat lantai bursa, bahkan kadang-kadang dengan cara “merampok” secara kasar, dengan mempermainkan kurs mata uang suatu negara. Ingat kita pernah punya pengalaman pahit mengenai hal ini pada saat krisis moneter dan jatuhnya rezim orba. Kurs mata uang rupiah kita jatuh terhadap dolar, sehingga utang luar negeri melonjak drastis dan kita tak mampu bayar, maka begitu banyak asset Negara kita di bidang telekomunikasi, perbankan, pertambangan, transportasi, sampai bisnis ritel, yang terpaksa dijual dan dikuasai oleh perusahaan asing.
>
>
>
> Begitu gampangnya para kapitalis dunia “merampoki” kekayaan Negara lain yang mereka kehendaki. Semangat yang ada dibalik itu sebenarnya adalah “keserakahan”. Segelintir orang/bangsa yang kaya ingin terus mengeruk kekayaan dari sumber manapun, tanpa peduli apakah itu bakal menyengsarakan orang/bangsa lain.
>
>
>
> Jaringan para kapitalis sudah menyerupai tangan-tangan gurita yang membelit masyarakat dunia. Para penguasa politikpun dibuat bertekuk lutut dan tak berdaya. Di Indonesia sendiri kita merasakan sendiri, bagaimana peran para “konglomerat dan penguasa” terhadap kebijakan publik. Begitu gampangnya para aparat Negara dikendalikan oleh mereka lewat praktek suap, di segala tingkatannya dan di segala bidang. Tidak hanya di “eksekutif”, tapi juga di “legislatif”, bahkan “yudikatif”, Merekalah “penguasa yang sesungguhnya” di negeri ini Bung.
>
>
>
> Kang Hilman,
>
> Dunia telah dikuasai oleh system liberal/pasar bebas yang demikian “mengerikan”, karena tidak peduli pada kepentingan bersama masyarakat dunia. Yang mereka lakukan semata-mata adalah “praktek keserakahan” yang bertunpu kepada jargon-jargon “kebebasan individu”, yang ujungnya adalah penjajahan manusia atas manusia, alias “perbudakan modern”!!

> Salam,
>
> Nurhasan Achmad