Sabtu, 22 Agustus 2009

TNI Bisa Terlibat Menangani Terorisme


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menegaskan, TNI dapat dilibatkan dalam penanganan teror. Pelibatan itu amanat UU NO 34/2004 tentang TNI dan sama sekali tidak menandakan kemunduran demokrasi.

"Dalam UU tersebut, tugas pokok TNI meliputi operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang," kata Presiden dalam pengarahan kepada prajurit Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat (Kopassus) di Jakarta, Kamis (20/8).

Pada kesempatan ini, Presiden SBY menerima brevet komando kehormatan Koppasus yang disematkan oleh KSAD Jenderal TNI Agustadi Sangko Purnomo.

Hadir pada acara itu Danjen Koppasus Mayjen TNI Pramono Edi Wibowo.

Presiden menjelaskan, operasi militer selain perang meliputi penanganan kelompok separatis, pemberontakan bersenjata dan terorisme. "Jadi, kalau ada yang berpendapat pelibatan TNI dalam penanganan teror memundurkan demokrasi, saya tidak paham. Itu pendapat keliru. Ini amanah UU.Amanah konstitusi dimana TNI bisa dilibatkan dalam penanganan teror," ujar Presiden.

Kepala Negara menegaskan, negara tidak akan ragu-ragu dalam penanganan teror. Semua pihak, terutama TNI dan Polri harus sungguh-sungguh menjalankan peran dan tugas pokoknya dalam penanganan terorisme.

Kebijakan pemerintah dalam penanggulangan terorisme dilakukan dalam kerangka penegakan hukum. Oleh karena itu, Polri menjadi garda terdepan dalam penanganan terorisme. "Hanya saja, dari waktu ke waktu karakter dan sifat terorisme itu makin beragam mulai dari Bom Bali hingga yang terakhir, perlu pelibatan dari TNI. Dan itu sudah diamanatkan UU," katanya.


Aturan


Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono menyatakan, TNI dapat melakukan penindakan terhadap seseorang yang ditengarai melakukan tindakan pidana terorisme.

"Bisa. TNI melakukan penindakan dengan tetap mengedepankan peran polisi," kata Juwono usai menghadiri penyematan Brevet Kehormatan Komando Pasukan Khusus kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Juwono menegaskan, keterlibatan TNI dalam operasi militer selain perang termasuk penanganan terorisme, harus dipertegas dalam sebuah aturan pelaksanaan yang merinci tugas dan peran TNI. "Harus tetap ada. Meski sekarang pun baik TNI-Polri telah dapat berkoordinasi dan bekerja sama dengan sangat baik di tingkat bawah," ujar dia.

Hal senada diungkapkan Kepala Polri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri yang mengatakan, aturan pelaksanaan tentang keterlibatan TNI harus tetap ada. Hal itu untuk menghindari keraguan dalam pelaksanaannya. Kapolri menegaskan, kerja sama TNI dan Polri dalam penanganan terorisme sudah berjalan baik. Bahkan, pada awal Oktober 2009 TNI dan Polri akan kembali menggelar latihan gabungan penanggulangan terorisme.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Agustadi Sasongko Purnomo mengatakan, sesuai UU No 34/2004, TNI dapat membantu Polri dalam operasi militer selain perang. Namun, dibutuhkan aturan pelaksanaan yang jelas. "Aturan pelaksanaan itu diperlukan, supaya tidak terjadi penumpukan aparat, tugas dan wewenang. Jadi, tetap perlu," tegas dia.

Kasad mengemukakan, selama ini koordinasi dan kerja sama antara TNI dan Polri masih sebatas saling berbagi informasi intelijen.


Terbuka


Sementara itu, dalam kesempatan itu, Presiden juga menyayangkan pendapat bahwa dalam menangani terorisme, Polri cenderung melakukan aksi yang melanggar Hak Azasi Manusia (HAM).

"Bagaimana mungkin, Polisi sudah menjalankan tugasnya dengan sangat terbuka. Yang terbukti bersalah ditangkap dan diproses hukum dan setiap kemajuan dalam penanganan teror selalu dilaporkan ke publik. Mana yang melanggar HAM," ujar Presiden.

Kepala Negara meminta semua pihak untuk berpikir jernih dalam menyikapi kebijakan yang diambil pemerintah, khususny dalam penanganan teror. "Di negara mana pun, yang demokratis atau bahkan yang lebih demokratis, semua unsur baik polisi maupun militer dilibatkan dalam penanganan teror," tutu SBY.

Pemerintah dan semua pihak harus dapat mencari dan mencapai titik temu antara penegakan hukum, keselamatan negara dan demokratisasi. Pemerintah, lanjut Yudhoyono, juga terus berupaya untuk memerangi segala hal yang ditengarai menjadi sumber atau akar munculnya teror seperti kemiskinan, keterbelakangan, dan ketidakadilan.

"Dari tahun ke tahun pemerintah terus berupaya untuk mengurangi angka kemiskinan hingga tidak ada lagi keterbelakangan dan ketidakadilan. Pemerintah telah dan mengajak semua pihak untuk memerangi radikalisme, paham-paham ekstrem yang merupakan salah satu akar, penyebab terorisme," kata Presiden. (nov)

21/08/2009 22:53:34 WIB


Oleh Pamudji Slamet dan Novy Lumanauw

JAKARTAINVESOR DAILY

http://www.investorindonesia.com/index.php?option=com_content&task=view&id=67621&Itemid=

Tidak ada komentar: