Selasa, 25 Agustus 2009

Kepemimpinan Khas Indonesia



Oleh : Paulus Bambang W.S.



Krisis ekonomi global yang berawal dari krisis finansial di Amerika Serikat telah membukakan banyak kesempatan baru, khususnya bagi dunia Timur.

Pengagungan yang berlebihan kepada sistem manajemen dan gaya kepemimpinan Barat menjadi terhentikan. Tidak selamanya yang berasal dari dunia maju itu membawa kemajuan bagi semua dan tidak seluruhnya yang dari negara berkembang itu tidak pantas dijadikan panutan.

Pemikiran kapitalis yang hanya mengagungkan unsur keuntungan material telah mencapai titik nadir ketika banyak tokoh pintar yang ternyata dengan sangat mudah dibodohi oleh seorang Madoff. Kejatuhan harga komoditas karena dorongan yang berlebihan dari para bankir investasi membuat banyak produsen kehilangan pijakan karena pasar menciut menjadi tinggal seperempat. Perusahaan yang menggelembungkan pendapatan dan membohongi diri sendiri dengan tidak melakukan pengelolaan risiko yang wajar semacam Lehman Brothers, terjerembab sampai pada kondisi sirna tanpa bekas. Ketiga contoh di atas menunjukkan bahwa pola pikir yang selama ini dianggap sebagai standar perlu dipertanyakan ulang.

Menengok ke Timur

Seperti halnya krisis yang terjadi setelah Perang Dunia Kedua, dunia Timur ternyata mampu bangkit lebih cepat dibandingkan dunia Barat, khususnya Eropa. Puing-puing kehancuran akibat perang dunia dan perang saudara dengan cepat dibangun kembali menjadi raksasa ekonomi yang mengejutkan dunia. Pemimpin dunia Barat menengok ke Timur untuk mempelajari sistem produksi dan sistem pengembangan produk yang membuat produksi Timur lebih baik dalam hal kualitas, biaya, dan distribusi.

Sejak saat itu, total quality management, quality control circle, total productive maintenance, kanban system, genba, dan berbagai sistem produksi Timur telah menjadi kosa kata dan standar baru. Dunia Barat tidak malu mengadopsi dan bahkan mengirimkan ribuan tenaga kerjanya untuk mempelajari sistem yang dianggap membawa perubahan radikal terhadap proses manufaktur. Sistem Timur telah menjadi panutan baru untuk menghasilkan barang dan jasa yang paling berkualitas, bermutu, murah, dan cepat.

Belajar dari pengalaman itu, krisis ekonomi global ini telah memilah mana sistem yang teruji dan mana yang sebenarnya hanya sebagai gelembung saja. Sistem perekonomian Cina, India, Timur Tengah, dan Indonesia (mewakili Asia Tenggara) perlu disimak lebih dalam. Kegoncangan tahun 1997/1998 telah membuat negara Timur ini lebih siap menghadapi badai resesi 2008/2009.

Sudah saatnya para ahli ekonomi dan pemimpin, dengan jujur dan hati terbuka, mempelajari rahasia kecermatan sistem keuangan dan perekonomian Cina sehingga memiliki cadangan devisa sekitar US$2 triliun. Mereka harus mengorek rahasia kecerdikan India yang terimbas tetapi tidak telak tergeletak. Atau, rahasia kesederhanaan pemikir Bangladesh, Muhammad Yunus, dengan Grameen Bank-nya, yang sudah diakui dunia membawa kemaslahatan masyarakat akar rumput yang selama ini dipinggirkan.

Pemimpin di G-20 sepatutnya mendengar pendapat para pemimpin dunia Timur agar terjadi perubahan yang fundamental terhadap sistem keuangan dunia. Jujur menelaah sistem keuangan yang mengacu bukan hanya pada kerangka intelektual dan etikal, tetapi juga sudah memikirkan aspek spiritual. Sistem keuangan syariah, misalnya, harus dipelajari secara mendalam tanpa prasangka buruk terhadap dominasi agama tertentu. Sistem ekonomi kerakyatan berbentuk koperasi sebagai simbol sistem keuangan madani harus dipelajari secara mendalam sebagai sistem keuangan alternatif baru.

Gaya Kepemimpinan Timur


Secara paralel, agar sistem dari Timur ini menghasilkan daya guna maksimal, harus dipelajari pula gaya kepemimpinan Timur yang menjadi aktor utama keajaiban sistem Timur. Banyak perusahaan Barat gagal mengalami keajaiban sistem manajemen Timur karena melupakan aktor penting yang membuat sistem itu sukses dijalankan. Aktor dan gaya kepemimpinan Timur inilah yang sering dilupakan dan dianggap tidak berada pada kelas yang pantas dipelajari.

Ketika dunia Barat sedang dilanda krisis kepemimpinan dengan runtuhnya perusahaan raksasa dan bahkan perekonomian raksasa, muncullah pemikiran akan perlunya pendekatan lain agar dunia ini dikelola dengan cara pandang yang lain. Pemikir Timur mulai menunjukkan kesungguhannya dalam mengekspos pemikiran kepemimpinan Timur di dunia Barat. Pemikir Barat mulai melihat pentingnya mempelajari gaya kepemimpinan Timur yang sudah terbukti mampu melahirkan karya fisik yang monumental seperti Tembok Cina dan Candi Borobudur di zaman lampau serta perusahaan raksasa dari Timur pada saat ini yang menjadi penopang sehingga krisis ekonomi global ini tidak menghancurkan seluruh tatanan ekonomi.

Inilah yang disebut sebagai keajaiban gaya kepemimpinan Timur, yang perlu diungkap dan dibuka lebar untuk dunia. Sudah saatnya prinsip kekeluargaan gaya Timur menjadi virus kepemimpinan baru. Kepemimpinan yang berfokus pada manusia seutuhnya untuk mencapai kemakmuran material, bukan sebaliknya.

Pola hubungan atasan-bawahan seperti layaknya ayah-anak perlu dikaji secara mendasar. Pemikiran Ki Hajar Dewantoro dan Mahatma Gandhi perlu dimunculkan sebagai alternatif gaya kepemimpinan model Barat. Dan, tentunya tak dapat disangkal lagi, kepemimpinan yang berlandaskan kecerdasan spiritual layak diperhitungkan sebagai standar baru mengingat nabi besar dari agama samawi berasal dari Timur.

Sudah saatnya pemikir sistem dan praktisi kepemimpinan Timur untuk unjuk gigi, tidak hanya tenggelam dalam dunianya sendiri. Kini saatnya untuk ”speak up”, bahwa krisis global ini membutuhkan sentuhan dari Timur.

Selasa, 21 Juli 2009 12:02


Penulis adalah peminat studi kepemimpinan dan penulis buku Built to Bless & Lead to Bless Leader.

http://www.wartaekonomi.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=2605%3Apaulus-bambang-ws-lead-to-bless-leader-kepemimpinan-khas-indonesia&catid=53%3Aaumum&showall=1

Tidak ada komentar: