Kriteria bank berdampak sistemik, terutama pada aspek kuantitatif, pada prinsipnya tidak mungkin distandardisasi dan dipublikasikan dengan parameter angka yang konkret. Standardisasi dan publikasi justru dikhawatirkan akan memicu moral hazard dan instabilitas sistem keuangan.
Demikian dikatakan Deputi Gubernur Bank Indonesia Muliaman Hadad di Jakarta, Rabu (9/9), saat memaparkan hasil pertemuan para Gubernur Bank Sentral yang tergabung dalam negara Kelompok 20 di London, Inggris, pekan lalu.
Menurut Muliaman, tidak ada negara di dunia yang punya kriteria bank sistemik dengan angka kuantitatif jelas. Bahkan, Amerika Serikat juga tidak menetapkan standar yang jelas dalam menentukan sistemik atau tidaknya sebuah lembaga keuangan.
Penetapan dan publikasi kriteria sistemik secara kuantitatif lebih banyak dampak negatifnya ketimbang positifnya.
Manfaatnya, tentu saja tidak akan ada lagi perdebatan pada kemudian hari tentang benar atau tidaknya langkah pemerintah dan BI dalam memutuskan sistemik atau tidaknya sebuah bank. Polemik inilah yang muncul belakangan terkait keputusan pemerintah dan BI menetapkan Bank Century sebagai bank sistemik sehingga perlu diselamatkan saat kolaps.
Adapun dampak negatifnya, dengan adanya penetapan kriteria sistemik standar, bank-bank bisa mengetahui apakah mereka sistemik atau tidak. Pemilik atau manajemen yang mengetahui banknya masuk kategori sistemik akan terdorong melakukan moral hazard atau kejahatan mengingat banknya pasti diselamatkan.
”Tak hanya itu, ini juga akan memicu perpindahan dana dari bank non-sistemik ke bank sistemik sehingga justru akan menciptakan instabilitas sistem keuangan,” kata Muliaman.
Dalam situasi krisis, penentuan sistemik atau tidaknya sebuah bank juga lebih banyak didasarkan atas situasi yang terjadi saat itu, terutama efek psikologi yang berkembang.
Namun, secara garis besar, BI memiliki landasan untuk menetapkan bank berdampak sistemik atau tidak. Selain menggunakan stress test dikaitkan dengan assessment kestabilan sistem keuangan, BI juga mengadopsi kerangka kerja yang digunakan Financial Services Authority (Inggris) serta Menteri Keuangan dan Bank Sentral Uni Eropa (UE).
Landasan yang digunakan oleh Bank Indonesia mendasarkan kepada lima aspek, yaitu
1) dampak kepada institusi keuangan,
2) dampak kepada pasar keuangan,
3) dampak kepada sistem pembayaran,
4) dampak pada psikologi pasar, dan
5) dampak kepada sektor riil.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengatakan, syarat sistemik di setiap negara sangat berlainan. Dengan demikian, ukuran keberhasilan keputusan penyelamatan sebuah bank hanya bisa dihitung dengan melihat kondisi setelah penyelamatan itu dilakukan, antara lain apakah perekonomian menjadi lebih baik setelah Century diselamatkan. (FAJ/OIN)
Kamis, 10 September 2009 | 03:56 WIB
Jakarta, Kompas
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/10/03563734/kriteria.bank.sistemik.sulit.distandardisasi.
Kamis, 10 September 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar