Rabu, 24 Juni 2009

Wall Street Usai Pertemuan The Fed


Dear all,

Tadi malam Dow di tutup -23.05(-0.28%) 8,299.86, Nasdaq +27.42 (+1.55%) 1,792.34, S&P500 +5.84 (+0.65%) 900.94
Citigroup +0.03(+1.00%) 3.04, Bank Of America +0.12(+0.98%) 12.35

Wall Street Biasa-biasa Usai Pertemuan The Fed

Hasil dari pertemuan 2 hari Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) tidak banyak membawa kejutan. Saham-saham di Wall Street pun bergerak biasa-biasa saja, bahkan indeks Dow Jones hanya melemah tipis.

Investor merasa tidak mendapatkan banyak dorongan karena pernyataan The Fed dalam pertemuan kali ini tidak banyak berubah dibandingkan pernyataan dari pertemuan The Fed terakhir kali pada 29 April lalu. The Fed mengulangi pernyataan soal outlook perekonomian dan mempertahankan kebijakan suku bunga rendahnya di kisaran 0-0,25%.

Semula saham-saham bergerak positif sebelum keluarnya hasil pertemuan setelah data order barang-barang tahan lama yang mengalami lonjakan. Namun setelah pernyataan dari The Fed, saham-saham justru bergerak berbalik arah.

"Pergerakan melemah ini mengikuti pernyataan kebijakan FOMC yang terakhir," ujar analis dari Briefing.com seperti dikutip dari AFP, Kamis (25/6/2009).

Pada perdagangan Rabu (24/6/2009), indeks Dow Jones ditutup melemah 23,05 poin (0,28%) ke level 8.299,86. Indeks Standard & Poor's 500 naik 5,84 poin 0,65%) ke level 900,94 dan Nasdaq naik 27,42 poin (1,55%) ke level 1.792,34.

Pasar obligasi mengalami tekanan jual karena investor kecewa The Fed tidak mengumumkan apakah akan mempercepat atau menambah rencananya membeli surat berharga pemerintah. Harga surat berharga berjangka 10 tahun turun dengan yield melonjak ke 3,70% dari 3,63%.

"Saya kira orang-orang yang semula berharap pada program pembelian obligasi akan berubah," ujar Stephen Massocca, managing director Wedbush Morgan seperti dikutip dari Reuters.

Perdagangan berjalan sangat rendah, di New York Stock Exchange mencapai 1,10 miliar lembar saham di bawah rata-rata tahun lalu yang sebanyak 1,49 miliar. Sementara di Nasdaq, transaksi mencapai 2,18 miliar, di bawah rata-rata tahun lalu yang sebanyak 2,28 miliar.

Harga Minyak Turun Lagi

Sementara harga minyak mentah dunia kembali turun seiring menguatnya dolar AS dan data cadangan minyak yang cukup beragam.

Kontrak utama minyak light pengiriman Agustus turun 57 sen menjadi US$ 68,67 per barel. Sementara minyak Bernt pengiriman Agustus turun 47 sen menjadi US$ 68,33 per barel.

Fed Tahan Kebijakan Bunga di Kisaran 0%


Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) seperti diperkirakan memutuskan untuk mempertahankan suku bunga rendahnya dikisaran 0% hingga 0,25% The Fed juga menepis kekhawatiran soal inflasi.

Demikian hasil pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) yang berlangsung pada 23-24 Juni 2009 di Washington. Keputusan tersebut diambil secara bulat.

Pernyataan dari hasil pertemuan FOMC kali ini nyaris tidak banyak berubah dari pernyataan dalam pertemuan terakhir FOMC pada 29 April lalu. FOMC tetap menyatakan bahwa perekonomian AS masih melemah namun sudah menunjukkan tanda-tanda perbaikan.

"Informasi yang diterima sejak pertemuan FOMC pada April lalu menyatakan bahwa tingkat kontraksi ekonomi masih melambat," demikian pernyataan FOMC seperti dilansir dari AFP.

"Meski aktivitas ekonomi sepertinya masih lemah dalam beberapa waktu, namun komite terus mengantisipasi langkah kebijakan untuk menstabilkan pasar finansial dan institusi, stimulus fiskal dan moneter dan kekuatan pasar akan memberikan kontribusi bagi dimulainya lagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan secara gradual dalam kontek stabilitas harga," urai FOMC.

FOMC juga menilai kondisi pasar finansial secara umum sudah membaik dalam beberapa bulan terakhir. Namun kondisi perekonomian saat ini dinilai masih memerlukan kebijakan suku bunga rendah untuk waktu yang lebih lama.

Perekonomian AS merosot 5,7% pada kuartal I-2009 setelah mencatat pertumbuhan 6,1% pada kuartal I-2008. The Fed sebelumnya memperkirakan perekonomian akan mengalami kontraksi antara 1,3 hingga 2% di tahun 2009.

Namun the Fed tidak memberikan indikasi apakah akan meneruskan atau menghentikan upaya menambah likuiditas di pasar finansial. Langkah tersebut sudah dicanangkan pada tahun ini yakni membeli lebih dari US$ 1 triliun obligasi pemerintah dan surat berharga lain dalam rangka menekan suku bunga.

"Komite akan terus mengevaluasi waktu dan keseluruhan nilai dari pembelian surat berharga sejalan dengan perkembangan proyeksi ekonomi dan kondisi di pasar finansial. Federal reserve akan memonitor jumlah dan komposisi neraca keseimbangan dan akan membuat penyesuaian pada program kredit dan likuiditas seperti yang dijanjikan," demikian pernyataan dari FOMC

JPMorgan Bank Terkuat di Dunia


JPMorgan menduduki peringkat pertama dalam jajaran 1.000 bank terkuat di dunia. Sementara HSBC yang pada tahun lalu menduduki peringkat pertama tergelincir ke peringkat ke-5.

Demikian pemeringkatan 1.000 bank terkuat di dunia yang disusun oleh majalah 'The Banker', seperti dikutip dari Reuters, Rabu (24/6/2009). Lima bank terkuat versi The Banker adalah:

1. JPMorgan
2. Bank of America
3. Citigroup
4. Royal Bank of Scotland (RBS).
5. HSBC.

Mitsubishi UFJ menjadi wakil Asia dengan peringkat tertinggi dalam jajaran tersebut, dengan menduduki peringkat ke-7. Mitsubishi UFJ berada satu peringkat di atas bank China, ICBC.

The Banker memperkirakan ICBC sebagai bank paling menguntungkan pada tahun lalu dengan pendapatan hingga US$ 21,3 miliar. Lima bank paling menguntungkan semuanya berasal dari China dan Spanyol, yakni:

1. ICBC, dengan pendapatan US$ 21,3 miliar
2. China Construction Bank, dengan pendapatan US$ 17,5 miliar
3. Santander, dengan pendapatan US$ 15,8 miliar
4. Bank of China, dengan pendapatan US$ 12,6 miliar
5. BBVA, dengan pendapatan US$ 9,6 miliar.

Disusul oleh HSBC dengan pendapatan US$ 9,3 miliar dan Barclays dengan pendapatan US$ 8,9 miliar.

Sedangkan RBS tercatat sebagai bank yang menderita kerugian terbesar pada tahun lalu. RBS mencatat kerugian hingga US$ 59,3 miliar, disusul Citigroup rugi US$ 53 miliar dan Wells Fargo rugi US$ 47,8 miliar.

The Banker mencatat laba perbankan global selama tahun 2009 merosot hingga 85% menjadi hanya US$ 115 miliar, dibandingkan sebelumnya sebesar US$ 781 miliar. Return on equity juga merosot dari 20% menjadi 2,69%

Nikkei Naik 0.9%; Saham Teknologi Kuat


Indeks Nikkei mengalami kenaikan sebesar 0.9% pada level 9671.49 yang dipimpin oleh kenaikan saham teknologi, dibantu oleh kenaikan Nasdaq semalam.

Nikkei mungkin akan bertahan pada area level 9550-9750, ujar analis pasar. "Pasar mungkin akan bertahan di zona positif hari ini", seiring dengan absennya petunjuk aksi jual, ujar Shinichiro Matsushita, analis dari Daiwa Securities.

Dikatakannya, investor mungkin bertahan karena tidak ada berita apapun dari FOMC untuk pasar equity; termasuk volume, mungkin akan tetap kecil sampai adanya laporan data ekonomi indikator US minggu depan.
Topix naik sebesar 0.8% pada level 909.37.

HSI Potensi Konsolidasi


Indeks Hangseng dalam waktu dekat ini mungkin akan mengalami pergerakan terbatas, ujar Patrick Yiu dari CASH Asset Management; "saham mungkin akan terjadi konsolidasi karena kehilangan momentum petunjuk".

Sedangkan Hasil dari pertemuan 2 hari Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) tidak banyak membawa kejutan. Saham-saham di Wall Street pun bergerak biasa-biasa saja semalam, bahkan indeks Dow Jones hanya melemah tipis.

Indeks diperkirakan akan bertahan pada kisaran 17300-18400 dalam satu minggu ini.. HKEx mungkin akan terjadi penurunan atas aksi profit taking setelah volume transaksi pasar turun terendah dalam 20 sesi terakhir.

HSI ditutup naik sebesar 2.0% pada level 17892.15 kemarin.


PETA KONGLOMERASI DI BURSA EFEK INDONESIA, Saham Grup Bakrie Penggerak Indeks


Saham-saham grup besar menjadi motor pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Kelompok saham BUMN menguasai kapitalisasi pasar 31%. Tapi dari sisi transaksi, grup Bakrie mendominasi dan paling likuid sehingga menjadi penentu arah gerak IHSG.

Grup Bakrie dengan tujuh emiten di BEI yang kapitalisasinya sebesar Rp 58,56 triliun hampir selalu menduduki top volume dan top frekuensi. Transaksi saham kelompok Bakrie rata-rata mencapai sekitar 40% dari total transaksi BEI dalam beberapa bulan terakhir.

Berdasarkan peta saham konglomerasi yang tercatat di BEI per 23 Juni 2009, grup BUMN yang terdiri atas 14 saham menguasai 31% kapitalisasi pasar senilai Rp 468,5 triliun. Di jajaran BUMN, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (berkode saham TLKM) memiliki kapitalisasi pasar terbesar senilai Rp 148,2 triliun, disusul Bank BRI (BBRI) senilai Rp 69,6 triliun, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) Rp 69,5 triliun, dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Rp 64,8 triliun.

Peringkat kedua diduduki grup Astra dengan kapitalisasi pasar senilai Rp 155 triliun atau 10,28% dari total kapitalisasi pasar BEI sebesar Rp 1.508,2 triliun. Kelompok Astra meliputi lima emiten, yakni PT Astra International Tbk (ASII) yang memiliki kapitalisasi tertinggi yakni Rp 92,1 triliun. Emiten lainnya adalah PT United Tractors Tbk (UNTR), PT Astra Agro Lestari (AALI), PT Astra Graphia Tbk (ASGR), serta PT Astra Autoparts Tbk (AUTO).

Grup Bakrie berada di urutan ketiga dengan kapitalisasi pasar Rp 58,56 triliun. Grup ini memiliki tujuh saham emiten yang tercatat di BEI dengan PT Bumi Resources Tbk (BUMI) sebagai icon , sekaligus memiliki kapitalisasi tertinggi sebesar Rp 32,2 triliun. Saham Bakrie lainnya adalah PT Bakrie Brothers Tbk, PT Bakrie Telecom Tbk, PT Energi Mega persada Tbk, PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk, PT Bakrieland Development Tbk, dan PT Dharma Henwa Tbk.

Grup besar lain dengan kapitalisasi pasar besar adalah grup Lippo senilai Rp 15,8 triliun. Ada lima saham grup ini yang tercatat di BEI, yakni PT Lippo Karawaci Tbk dengan kapitalisasi tertinggi senilai Rp 11,7 triliun, PT Matahari Putra Prima Tbk, PT Lippo Cikarang Tbk, PT Lippo Securities Tbk, dan PT Multipolar Tbk.

Grup konglomerasi lain yang tercatat di BEI adalah Ciputra dan Sinar Mas. Kelompok Sinar Mas yang meliputi empat emiten membukukan kapitalisasi senilai 28,34 triliun, sementara kelompok Ciputra yang meliputi tiga emiten mencatat kapitalisasi pasar senilai Rp 6,97 triliun.

Grup Bakrie
Meski dari sisi kapitalisasi hanya di urutan ketiga, saham kelompok Bakrie selama ini mendominasi transaksi. Saham grup ini hampir selalu menduduki top volume dan top frekuensi. Dalam beberapa bulan terakhir, saham grup Bakrie mendominasi transaksi dengan rata-rata sekitar 40%. Selama Juni, rata-rata turun menjadi 21,5%.

Sedangkan nilai transaksi saham grup Astra rata-rata hanya memiliki pangsa 3-4% dari total transaksi harian di BEI, saham-saham grup Lippo sekitar 2%, saham kelompok Ciputra di bawah 1%.

Itulah sebabnya, grup Bakrie selalu menjadi motor penggerak indeks. Seperti yang terjadi pada transaksi Selasa (23/6), ketika indeks harga saham gabungan (IHSG) jatuh 60,6 poin (3,07%), saham kelompok Bakrie memberi andil dalam penurunan indeks sebesar 0,436%.

Haryajid Ramelan, Ketua Asosiasi Analis Efek Indonesia menyatakan, banyaknya emiten milik grup perusahaan besar yang mencatatkan sahamnya di BEI bisa menjadi motor penggerak indeks. Sebagai contoh adalah saham grup Bakrie dan Astra.

Kepala Riset PT Paramitra Alfa Sekuritas Pardomuan Sihombing mengakui, saham grup Bakrie sangat fenomenal dan disukai investor jangka pendek. Grup ini tergolong sangat agresif dalam ekspansi bisnis dengan mengandalkan utang. ”Konsekuensinya, jika ekonomi tumbuh bagus, sahamnya akan melesat. Tapi begitu ekonomi terpuruk, saham ini paling terpukul,” ungkapnya.

Hal senada diungkapkan analis pasar modal Felix Sindhunata. Saham-saham grup Bakrie selama ini paling likuid. Saham grup ini, kata dia, cocok bagi karakter investor jangka pendek.

Meski demikian, kata Pardomuan dan Felix, fundamental saham grup usaha besar tersebut umumnya relatif bagus. Hanya saja, ada grup yang cenderung konservatif, dan ada grup yang egresif dan ekspansif.

Menurut Pardomuan, kuatnya fundamental emiten grup besar terutama didukung diversifikasi bisnis yang prospektif dan berkinerja bagus. Grup Bakrie fokus pada bisnis perkebunan, pertambangan, properti, dan telekomunikasi. Grup Lippo dengan fokus pada bisnis ritel dan properti. Sedangkan kelompok Astra solid dengan bisnis otomotif, perkebunan, dan teknologi informasi.

Dari sisi manajemen pun, kata Felix dan Pardomuan, rata-rata korporasi grup besar dijalankan para profesional dengan manajemen modern. Namun, krisis kali ini akan menantang kreativitas manajemen untuk menghasilkan kinerja keuangan yang lebih baik.

Haryajid dan Pardomuan juga menyoroti salah satu sisi negatif dari banyaknya emiten grup besar yang tercatat di BEI. Salah satunya, bila satu emiten dalam grup bermasalah dan harga sahamnya turun, emiten lain dalam satu grup akan ikut terseret. Selain itu, kata Haryajid, investor saham juga cenderung tidak bisa memisahkan antara manajamen, kinerja perusahaan, dan pemilik grup. ”Kondisi seperti ini kerap menimpa saham grup Bakrie, ketika saham BUMI bermasalah dengan repo saham,” ungkap Haryajid.

Melihat kenyataan itu, Haryajid merekomendasikan kepada investor agar tidak membenamkan dananya pada saham-saham dalam satu grup besar.

Sedangkan Direktur Utama PT Panin Sekuritas Tbk Made Rugeh Ramia menilai, dominasi emiten grup tertentu dalam transaksi saham, seperti saham Grup Bakrie, merupakan keadaan yang tidak sehat. Dia mencontohkan, ketika saham BUMI disuspensi, transaksi harian saham di BEI langsung melorot hampir Rp 1 triliun.

IHSG Rontok

Sementara itu, IHSG kemarin rontok terseret bursa regional. IHSG jatuh paling dalam sebesar 60,6 poin (3,07%), terburuk di kawasan regional. Seluruh indeks regional terpuruk sebagai dampak penurunan harga saham-saham di bursa Wall Street.

Investor asing terus melepas saham di BEI dengan net selling sebesar Rp 270,5 triliun. Tren tekanan jual asing terjadi sejak pekan lalu meski selama Juni ini asing masih membukukan pembelian bersih ( net buying ) sebesar Rp 281,9 miliar.

Felix Sindhunata dan Pardomuan mengimbau investor mencermati aksi asing melego saham. Mereka menilai, asing memang cenderung melepas saham di hampir seluruh emerging markets . Hal ini dipicu oleh kondisi ekonomi global yang belum membaik, koreksi pertumbuhan global oleh Bank Dunia, dan kemerosotan harga minyak yang saat ini menyentuh US$ 66 per barel.

“Saya khawatir ada sesuatu yang ditutupi, yang berbahaya, sehingga investor asing keluar,” kata Felix.

Meski demikian, koreksi IHSG belakangan masih wajar jika melihat lonjakan IHSG sejak Maret yang terlalu cepat, dari 1.300 ke level 2.100. Dalam jangka tidak terlalu lama, Felix yakin asing akan kembali ke emerging markets.

Pardomuan menambahkan, investor saat ini mencermati sidang Komite Pasar Terbuka (FOMC) The Fed pada 23-24 Juni. Pasar berharap The Fed tetap mempertahankan suku bunga di level 0,25%. (c123)

Untuk info lebih lanjut anda bisak lik di http://current.pacific2000.co.id


Selamat berinvestasi sukses untuk anda.
Regards,
Wiyanti (0813-10768884)

Tidak ada komentar: