Selasa, 16 Juni 2009

Demokrasi Lahan Subur Tumbuhnya Ekonomi Kreatif


Sunan Gunung Djati - Ekonomi kreatif hanya mungkin tumbuh dalam sistem politik dan masyarakat yang mengakui kebebasan berekspresi. Demokrasi, kalau dipercaya sebagai jalan politik yang mengakui kebebasan berpendapat dan berekspresi sebagai hak asasi, adalah ladang subur semaian ekonomi kreatif.

Lebih lanjut, perlindungan hak kekayaan intelektual menjadi faktor penting yang dibutuhkan untuk merawat tumbuh suburnya ekonomi yang berbasis budaya (baca: ide) tersebut. Kalau pra syarat tersebut tak terpenuhi, yang ada adalah pemalsuan-pemalsuan karya dan kekayaan intelektual seseorang, bukan orisinalitas karya yang lahir. Perlindungannya bukan hanya di level nasional, tapi internasional.
Mengapa perlindungan hak kekayaan intelektual penting? Karena ekonomi kreatif lahir dari gagasan atau ide kreatif banyak orang. Jika tidak dilakukan perlindungan akan menimbulkan sengketa hukum dan sikap prustasi dari manusia-manusia kreatif karena merasa karyanya tak dihargai.

Sebagai negara yang kaya budaya, Indonesia memiliki rekam jejak yang potensial dalam membangun ekonomi kreatif. Karena berekonomi sama artinya dengan menjaga tradisi leluhur, warisan orang tua yang harus dipelihara. Sebagaimana kita temukan dalam ekonomi lokal batik, sepatu Cibaduyut dan karya ekonomi berbasis budaya lokal lainnya..

Meski dengan basis budaya pop dan modern, kelahiran berbagai sektor industri kreatif seperti animasi, komik dan lainnya di Indonesia harus diapresiasi sebagai sentuhan baru dalam ekonomi kreatif. Fakta ini tak bisa ditolak seiring dengan semakin canggihnya teknologi.

Bagi saya, karya ekonomi berbasis budaya lokal yang sifatnya turun temurun dan yang lahir dari tangan anak muda kreatif dengan basis teknologi canggih tak harus dipertentangkan. Walaupun tidak ada garis batas yang jelas, pada dasarnya kreativitas yang muncul dapat dipisah menjadi dua hal pokok, yakni kreativitas berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi (knowledge based) dan kreativitas berbasis seni (artistic based).

Menurut Departemen Perdagangan, tahun 2006, sekitar 1,5 juta usaha kecil dan menengah kreatif Indonesia menyerap 4,5 juta tenaga kerja dan menyumbang 7.8 persen terhadap PDB. Fakta ini menunjukkan betapa akan membesarnya ekonomi kreatif jika dikelola dengan baik melalu kebijakan yang tepat.

Agar memilik nilai lebih (added value), terpasarkan dengan baik, menyerap tenaga kerja dengan sangat besar, menghasilkan pendapatan bagi negara dari pajak dan retribusi serta memberi multiplayer effect bagi masyarakat sekitar lah, perlu dilakukan industrialisasi atas ekonomi kreatif. Itu lah yang disebut industri kreatif. Kalau proses industrialisasi dilakukan, suntikan modal mutlak dilakukan karena umumnya sektor ini masih merupakan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Sektor ini mampu bertahan karena dirasa menjadi bagian dari hidup, warisan orang tua yang harus dijaga. Jangan aneh jika banyak sekali sektor usaha ekonomi kreatif di daerah yang tidak disentuh kebijakan pemerintah, akhirnya mati.

Membangun Manusia Kreatif

Di atas itu semua, faktor manusia sebagai produsen ide kreatif lah yang menjadi panglima tumbuh atau tidaknya industri kreatif. Menurut hemat saya, kreativitas adalah landasan setiap industri apa pun. Apabila kita telaah, pergeseran yang terjadi secara global dari era agro, industri, informasi, dan sekarang era ekonomi kreatif terlihat adanya pergeseran dunia ke suatu parameter yang lebih mendasar secara vertikal dan bukan sekadar menciptakan sektor baru.

Perusahaan air kemas mineral umpamanya, memerlukan sumber daya kreatif karena tidak bisa melepaskan diri dari perkembangan teknologi informasi. Perusahaan ini harus merekrut tenaga kerja kreatif agar apa yang diproduksinya laku di pasaran. Jadilah industri jasa iklan tumbuh besar. Tim kreatif suatu perusahaan menjadi penentu hidup atau tidaknya perusahaan itu. Terjadilah pergeseran ke konsep human capital. Dimana, karyawan pun dinilai sebagai aset berharga, bukan sekedar bagian dari faktor produksi yang sama dengan mesin, modal dan lahan.

Membangun Kota Kreatif

Kita punya Bali yang menjadi tujuan wisata internasional. Dalam berbagai perjalan saya ke berbagai kota di Indonesia dan negara lain, industri kreatif menjadi pilihan dan tumbuh subur ketika pariwisata menjadi primadona.
Di Bandung misalnya, kita akan melihat pertumbuhan industri kreatif ini seperti home industry, percetakan, penerbitan, factory outlet, distro, dan sektor yang memanfaatkan jasa. Bandung dan Jawa Barat, umumnya Indonesia, berpotensi menjadi tempat industri kreatif besar di dunia berkat kekayaan alam, keragaman budaya, serta kemampuan manufaktur dan home industri.

Tidaklah mengherankan apabila Indonesia merupakan satu-satunya negara Asia yang pernah menjuarai beberapa kali ajang bergengsi British Council International Young Creative Entrepreneur (IYCE) Award di Inggris. Yang menarik disimak, wakil nasional untuk IYCE Design Award (arsitek Ridwan Kamil dan pemimpin komunitas kreatif Gustaff Iskandar tahun 2006 dan 2007) berasal dari Bandung. Pada tahun 2008 juga, tercatat beberapa wakil yang berasal dari daerah Bandung (Irfan Amalee).

Jadi, tidaklah salah kalau saya menyebut Bandung sebagai salah satu kota kreatif di Indonesia yang akan menjadi penggerak sektor ekonomi kreatif. Seperti yang pernah dibibicarakan Jacoeb Oetama, ketika seseorang bergelut di industri dan ekonomi kreatif, dia tidak akan merasa resah dari pemutusan hubungan kerja. Selama masih memiliki otak dan pikiran, selama itu pula dia akan bertahan di dunia kerja.
Sebab, industri kreatif mengandalkan ide dan gagasan kreatif yang akan lahir selama seseorang mampu menelurkan gagasan-gagasan kreatif dan imajinatif.

Bahkan teman saya – lebih tepatnya kader saya semasa aktif di organisasi kemahasiswaan – setelah selesai kuliah menggantungkan hidupnya dari aktivitas jula-beli gagasan kreatif. Dengan menjadi tenaga lepas di sebuah penerbitan dan kadang menulis buku Agama popular, ia sudah mampu menghidupi dirinya. Ia telah menjadi warga yang mandiri disebabkan memiliki gagasan kreatif. Meskipun secara formal dia tidak terikat oleh sebuah perusahaan atau tidak menjadi pekerja formal di salah satu industri, toh dapat menghasilkan uang dari atraksi kreativitas yang memukau. Wallahua’lam


Oleh sunangunungdjati - 16 Juni 2009 -
IU RUSLIANA, Dosen Fakultas Teologi dan Filsafat UIN SGD Bandung dan Warga Sunan Gunung Djati (Komunitas Blogger UIN SGD Bandung)

Public Blog Kompasiana

Tidak ada komentar: