Minggu, 24 Mei 2009

Belum Optimal Digunakan



Sejak April 2008, pemerintah mengeluarkan skema terbaru formulasi tarif interkoneksi berbasis biaya. Dengan aturan baru tersebut, tarif telepon diharapkan turun drastis hingga bisa mencapai 40 persen. Setahun kemudian, tarif telepon seluler (ponsel) Indonesia pada 2008 tercatat menempati posisi paling murah di Asia dengan harga sekitar 0,015 dolar AS per menit.

"Kalau sebelumnya (2005) Indonesia dalam kategori termahal di Asia setelah China, dengan tarif sebesar 0,15 dolar AS per menit, pada tahun 2008 menjadi negara bertarif termurah dengan harga 0,015 dolar AS per menit," kata Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Mohammad Nuh, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Salah satu lembaga perbankan internasional Deutsche Bank pun memberikan apresiasi tersebut. Lembaga ini pernah melakukan survei atas tarif seluler sejumlah operator di dunia.

Skema baru yang ditetapkan sejak April 2008 pun mendorong penurunan tarif dan menjadi referensi operator untuk menurunkan tarif ritel. Jika benar klaim pemerintah bahwa tarif ponsel Indonesia sebagai salah satu yang termurah di Asia, yakni 0,015 dolar AS per menit, lalu apakah dengan tarif itu sudah membantu meningkatkan produktivitas masyarakat? Ataukah malah membuat masyarakat semakin tidak produktif dengan gaya konsumtif yang hanya memanfaatkan fasilitas layanan suara maupun pesan singkat (SMS)?

Menurut Direktur Marketing Indosat Guntur S Siboro, sejak diturunkannya tarif interkoneksi oleh pemerintah pada 1 April 2008 lalu, pola penggunaan ponsel masyarakat Indonesia berubah drastis. Bila dulu sebelum adanya penurunan tarif, orang bertelepon menggunakan ponsel sekitar 50 detik sampai satu menit. Setelah tarif turun, penggunaannya bisa melonjak hingga 30 menit.

"Dampak penurunan tarif seluler di Indonesia memang sangat dirasakan masyarakat, terutama dalam hal lama waktu berbicara. Dulu, orang paling lama berbicara sekitar satu menit, tapi sekarang bisa sampai 30 menit, bahkan lebih," kata Guntur kepada SP di Jakarta, Selasa (28/4).

Guntur mengakui, memang masih banyak masyarakat Indonesia yang belum memanfaatkan murahnya tarif seluler tersebut secara baik. Banyak yang tidak efektif dan tidak untuk kegiatan produktif. "Memang perbandingannya masih lebih banyak yang mengggunakannya hanya untuk ngobrol hal-hal yang tidak penting, seperti pacaran atau ngerumpi dengan teman- teman," kata Guntur.

Dikatakan, masyarakat harus lebih bijaksana memanfaatkan tarif murah karena penggunaan yang tidak efektif juga mengganggu lalu lintas komunikasi bagi yang ingin memanfaatkan untuk hal yang lebih urgent. "Kalau orang banyak berlama-lama nelpon, otomatis kan trafiknya akan padat," ujarnya.

Direktur Utama Telkomsel Sarwoto Atmosutarno menjelaskan bahwa visi Telkomsel adalah mendorong life style (gaya hidup) masyarakat dalam arti yang positif.

"Kita setuju atas himbauan untuk memanfaatkan sarana telepon secara lebih efektif agar kapasitas jaringan bisa lebih didayagunakan bagi masyarakat yang belum terjangkau infrastruktur telepon dan memanfaatkannya lebih produktif. Apalagi di masa krisis seperti saat ini," ujar Sarwoto saat dihubungi melalui ponselnya.

Sarwoto berharap konsumen akan memilih berdasarkan mutu layanan, bukan hanya berdasarkan tarif murah.


Edukasi

Hal ini diakui Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Nonot Harsono. Menurutnya, segmentasi pasar di Indonesia terlalu besar, maka tidak heran kalau sekarang masyarakat Indonesia banyak yang tidak produktif dalam memanfaatkan tarif seluler yang murah.

"Sekarang, dari segala lapisan masyarakat sudah memakai ponsel. Dari tukang sayur sampai direktur bank sudah pakai ponsel. Dan setiap segmen itu memiliki cara pandang yang berbeda dalam memanfaatkan tarif murah," ujar Nonot kepada SP.

Harusnya, lanjut Nonot, operator juga ikut mengingatkan masyarakat soal penggunaan ponsel yang lebih efektif.

Sementara itu, Kepala Pusat Informasi dan Humas Depkominfo Gatot S Dewa Broto mengatakan, penurunan tarif seluler saat ini sudah sangat membantu masyarakat dari sisi keterjangkauan. Semua lapisan masyarakat bisa menikmati tarif yang murah untuk berkomunikasi.

"Dengan tarif seluler yang murah sekarang, kita sudah bisa memuaskan semua lapisan masyarakat dan memenuhi barbagai kepentingan mereka," ujar Gatot S di Jakarta, Selasa (28/4).

Sekarang, lanjut Gatot, para operator harus bisa mempertahankan kualitas layanan.

Gatot mengakui ketidakefektifan penggunaan tarif telekomunikasi yang murah. Tapi hal itu merupakan kecenderungungan orang Indonesia yang memanfaatkan secara maksimal penawaran apa saja jika dianggap menguntungkan.

"Tidak hanya soal tarif telepon kok, program diskon dari produk mana saja pasti langsung diserbu masyarakat," imbuhnya.

Tapi hal itu, lanjut Gatot, akan tetap menjadi perhatian pemerintah. Sebagai regulator, pemerintah akan menjalankan fungsi kontrol dengan lebih banyak melakukan edukasi pada masyarakat soal penggunaan ponsel yang lebih efektif dan produktif.

"Sebenaranya, selama ini kita sudah melakukannya, tapi mungkin tertutup dengan berita-berita isu yang lebih besar, makanya tidak banyak yang tahu," pungkasnya. [HBS/H-12]

Tidak ada komentar: