Minggu, 11 Oktober 2009

BI Rate telah rontok sebesar 2,25% sejak Desember 2008 hingga Mei 2009.


BI Sinyalkan Pemangkasan Bunga Acuan Kembali

Bank Indonesia (BI) memberikan sinyal, pemangkasan bunga acuan , BI Rate, akan berlanjut. Pemangkasan BI Rate dimungkinkan oleh melambatnya laju inflasi. "Kami melihat masih ada ruang untuk penurunan BI Rate," ujar Deputi Gubernur Senior BI Miranda Swaray Goeltom, Kamis (14/5).

Pernyataan itu disampaikan Miranda di depan Komisi XI, DPR. Miranda, Deputi Gubernur BI Muliaman Hadad, serta Menteri Keuangan Sri Mulyani semula dijadwalkan menghadiri rapat kerja dengan anggota Komisi XI DPR membahas bunga kredit. Belakangan, anggota DPR membatalkan rapat karena Gubernur BI Boediono tidak hadir.

BI Rate telah rontok sebesar 2,25% sejak Desember 2008 hingga Mei 2009. BI memangkas bunga acuan sebagai pertanda baiknya kondisi ekonomi Indonesia. Namun penurunan bunga acuan itu tak bergaung kencang. Perbankan lelet menanggapi rontoknya bunga acuan. Sebab, bankir menggunting bunga simpanan terlebih dulu, baru memotong bunga kredit.

BI akhirnya mengumpulkan bankir dan menghimbau mereka agar menurunkan suku bunga. "Kami sudah mendengarkan kesulitan bank-bank sehingga mereka sulit menurunkan suku bunga kreditnya," ujar Miranda.

Situasi likuiditas beda

Perbankan bisa jadi tak lagi menggubris sinyalemen bahwa tren penurunan bunga acuan bakal berlanjut. Apalagi, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memilih menyetop penurunan bunga penjaminan. Suku bunga wajar simpanan rupiah maksimal masih 7,75% sedangkan untuk simpanan valas 2,75%.

Bunga penjaminan ini yang biasanya menjadi acuan bunga simpanan bank. Jika bunga penjaminan tak lagi turun tentu biaya pendanaan bank tak berubah. Alhasil bank tak akan menurunkan bunga kredit.

Memang, bunga penjaminan LPS bukan satu-satunya pegangan bankir dalam menentukan bunga simpanan. Bank juga melihat persaingan meraih dana dalam penentuan bunga. "Bunga bisa dipastikan akan turun kalau likuiditas membanjir," ujar Presiden Direktur PT Bank OCBC NISP Parwati Surjaudaja.

Senada, Direktur Konsumer dan Ritel PT Bank Mega Kostaman Thayib mengatakan kebijakan bunga mengacu pada persaingan pasar. "Bank tidak mau terlihat bodoh dengan menurunkan bunga simpanan sendirian. Nasabah bisa kabur ke bank lain yang masih menawarkan bunga lebih tinggi," ujarnya.

Sejak akhir tahun lalu, bank sangat tergantung pada dana masyarakat. Sebab Pasar Uang Antarbank (PUAB) tak berfungsi normal sebagai sumber pendanaan.

PUAB tak berfungsi normal karena para bankir tidak saling percaya. Bank yang kelebihan likuiditas ragu-ragu meminjamkan dana kepada bank yang membutuhkan. BI biasa menyebut situasi ini sebagai pasar yang tersegmentasi.

Direktur Bisnis PT Bank UOB Buana Safrullah Hadi Saleh menambahkan, bank pasti akan menurunkan bunganya. "Kalau sudah mengamankan likuiditas," ujarnya.

Hanya saja, penurunan bunga tak mungkin berlangsung serentak. "Situasi likuiditas di tiap-tiap bank tidak sama," ujar Safrullah.

Suku Bunga Terendah Sepanjang Sejarah?


Kendati banyak pihak mengeluhkan suku bunga kredit yang tidak kunjung turun, bankir justru menegaskan bahwa tingkat suku bunga kredit saat ini merupakan yang terendah sepanjang sejarah. "Suku bunga 10-13 persen itu paling rendah sejak Indonesia merdeka," ujar Ketua Persatuan Bank Nasional (Perbanas) Sigit Pramono di Jakarta, Jumat (9/10).

Dia mengakui, suku bunga kredit di Indonesia memang masih terbilang tinggi bila dibandingkan dengan negara lain, seperti Singapura dan Malaysia.

Namun, menurutnya sejumlah negara tersebut mematok suku bunga depositonya dengan rendah, bahkan hampir mendekati nol persen. "Diperhitungkan juga, berapa mereka memberi bunga deposito. Sangat rendah. Di Jepang hampir nol. Kita kan tinggi bunga depositonya," ujar Sigit yang juga menjabat sebagai Komisaris Independen BCA ini.

Inflasi Turun, BI Rate Ikut Turun


Bank Indonesia (BI) berpotensi melanjutkan tren pemangkasan suku bunga acuan (BI Rate) yang telah dilakukannya sejak enam bulan terakhir.
Sinyalemen tersebut diberikan oleh Deputi Gubernur Senior BI, Miranda Swaray Goeltom saat ditemui di Gedung DPR-RI, Kamis (14/5). Ia mengungkapkan, suku bunga acuan akan turun jika terjadi penurunan laju inflasi. "BI Rate mengacu pada inflasi," ujarnya.

Karenanya, Miranda menyanggah jika BI akan menahan pemangkasan BI Rate hanya karena perbankan masih lamban menurunkan suku bunga kredit dan simpanan. Menurutnya, pemangkasan BI rate bertujuan memberi sinyal pada industri perbankan dan sektor riil bahwa ekonomi Indonesia masih cukup bagus.

Ia berharap, penurunan bunga acuan pada akhirnya bisa memberikan pengaruh signifikan terhadap luruhnya bunga di bank, baik bunga simpanan maupun bunga kredit. Pasalnya, jika bunga turun, dunia usaha bisa mengakses kredit untuk menjalankan usaha mereka. Bahkan, dia mengaku, BI sudah bertemu dengan kalangan perbankan dan menghimbau agar bank menurunkan suku bunga. "Kami sudah mendengarkan kesulitan bank-bank sehingga mereka sulit menurunkan suku bunga kreditnya," ujar Miranda.

BI Masih Akan Tahan BI Rate

Bank Indonesia (BI) diprediksikan akan tetap menggulirkan kebijakan untuk tetap menahan suku bunga acuan BI Rate di level yang sama pekan depan. Ditengah tekanan inflasi yang meningkat, bank sentral mempertimbangan untuk memacu pertumbuhan ekonomi.

Sebanyak 12 ekonom yang disurvei oleh Dow Jones meramalkan bank sentral akan tetap menahan BI Rate di level 6,5 persen. Sejak Desember tahun lalu, bank sentral telah memangkas suku bunga sebanyak 300 basis poin.

Inflasi kemungkinan akan terus melaju dengan kencang meski dalam tahap yang pelan. Hal ini ditegaskan oleh analis Action Economics David Cohen, Jumat (2/10). "Hal ini akan membuat Bank Indonesia sabar; sebelum akhirnya nanti mulai menaikkan suku bunga patokannya pada pertengahan tahun depan," katanya. (Femi Adi Soempeno/Kontan)

BI Rate Diperkirakan Stagnan


Suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) diprediksi akan tetap bertahan pada level 6,5 persen hingga akhir tahun. Demikian disampaikan pengamat ekonomi Fauzi Ikhsan, Jakarta, Senin (28/9).
"BI rate akan stagnan di posisi 6,5 persen, tidak mungkin diturunkan dan kecenderungan dinaikkan juga sangat berat bagi Bank Indonesia," ujarnya.
Fauzi menjelaskan, pergerakan BI rate dipengaruhi bukan hanya oleh inflasi namun juga oleh pergerakan nilai tukar rupiah. "Sehingga inflasi dari sektor impor yang turun akan diimbangi oleh faktor eksternal seperti penguatan rupiah dan suku bunga global seperti the Fed," ujarnya.
Menurut Fauzi, BI rate baru akan bergerak pada kuartal I 2010 dengan pengaruh dari harga BBM. "Akan dipengaruhi oleh harga kenaikan BBM jika dilakukan pemerintah," ujarnya.

BI Rate Ditahan di Level 6,5 Persen

Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya (BI Rate) di level 6,5 persen pada bulan Oktober 2009 ini.

"Berdasarkan rapat, Dewan Gubernur memutuskan untuk mempertahankan Bi Rate pada 6,5 persen," kata Deputi Gubernur BI Budi Mulya saat jumpa pers, di Gedung BI, Jakarta, Senin (5/10).

Budi menuturkan, keputusan untuk mempertahankan BI Rate ini diambil karena melihat perkembangan ekonomi dan moneter Indonesia masih terjaga. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 dan 2010 akan lebih tinggi dari perkiraan semula.

Diperkirakan, pertumbuhan ekonomi tahun ini akan mencapai 4-4,5 persen atau lebih tinggi dari perkiraan semula yang mencapai 3,5-4 persen. Adapun tahun 2010 diperkirakan pertumbuhan ekonomi akan mencapai 5-5,5 persen. "Kami juga memutuskan bahwa BI Rate ini masih sesuai dengan sasaran inflasi 2010," ujarnya.

Rapat Dewan Gubernur kali ini juga digelar dengan melakukan conference call dengan Pjs. Deputi Gubernur Senior BI Darmin Nasution yang saat ini tengah berada di Istambul, Turki.

LPS Tak Ubah Suku Bunga Penjaminan

Langkah Bank Indonesia (BI) yang mempertahankan suku bunga patokannya (BI Rate) awal bulan ini, akhirnya diikuti oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Kamis (10/9).

Kepala Eksekutif LPS Firdaus Djaelani membeberkan bahwa lembaga yang dipimpinnya juga tetap menahan suku bunga penjaminan LPS di level 7 persen untuk simpanan dengan mata uang rupiah. Sementara itu, suku bunga penjaminan untuk tabungan valuta asing juga tak diubah oleh LPS, yaitu 2,75 persen.

Sedangkan bunga penjaminan untuk simpanan rupiah di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) diciutkan 0,25 persen menjadi 10,25 persen.

BI Rate selalu menjadi acuan LPS di luar pertimbangan lain. LPS juga menjaga jarak anta

BI: Penguatan Rupiah Sejalan Dengan Negara Lain

Bank Indonesia berpendapat, penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) selama sebulan terakhir memang cukup tinggi. Meski begitu, penguatan rupiah ini sejalan dengan penguatan mata uang negara lain terhadap dolar AS. "Di negara lain hampir berlaku hal serupa. Kami tidak melakukan sesuatu yang khusus untuk mendorong rupiah ke arah tertentu," ujar Deputi Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution usai sholat Jumat di mesjid BI pada hari ini (9/10).
Pernyataan ini seakan menepis anggapan bahwa BI melakukan intervensi dengan menahan penguatan rupiah. "Pada dasarnya, kami tidak pernah mendorong supaya rupiah menuju angka tertentu, saya tidak bilang tidak ada intervensi," kata Darmin.
Yang jelas, kini, Bank sentral memfokuskan diri agar volatilitas rupiah tidak terlalu tajam. "Kami punya angka berapa nilai wajar rupiah bila melihat fundamental. Tapi angka itu bukan target," kata Darmin.

Sumber :
http://www.kontan.co.id/index.php/keuangan/news/13726/BI-Sinyalkan-Pemangkasan-Bunga-Acuan-Kembali
http://www.kontan.co.id/index.php/keuangan/news/13721/Inflasi-Turun-BI-Rate-Ikut-Turun
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/xml/2009/10/02/18474430/bi.masih.akan.tahan.bi.rate
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/xml/2009/09/10/2016283/lps.tak.ubah.suku.bunga.penjaminan
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/xml/2009/10/09/22533454/suku.bunga.terendah.sepanjang.sejarah

Tidak ada komentar: