Sabtu, 01 Mei 2010

20 RUAS TOL MANGKRAK Perpres No 13/2010 Tidak Implementatif

Source : Investor Daily, Hal. 1 Wed, 21 Apr 2010
Oleh Imam Mudzakir



JAKARTA - Investor jalan tol yang tergabung dalam Asosiasi Tol Indonesia (ATI) menilai Peraturan Presiden (perpres) Nomor 13 Tahun 2010 tidak implementatif karena ditujukan pada proyek yang akan dikerjakan pemerintah ke depan. Padahal, saat ini ada 20 ruas tol yang mangkrak akibat terganjal pembebasan tanah.

"Perpres No 13 Tahun 2010 belum jelas dan tidak mengakomodasi kepentingan investor jalan tol yang saat ini sudah berjalan," kata Wakil Ketua ATI Hilman Muchsin di Kantor Pusat Jasa Marga, Jakarta, Selasa (20/4). Hal senada juga di ungkapkan oleh Direktur Operasi Jasa Marga Tbk Adityawarman.

Hilman mengakui, Perpres No 13 Tahun 2010 mengatur tentang pembebasan lahan yang dilaksanakan oleh menteri/kepala lembaga/kepala daerah, sebelum proses pengadaan tanah oleh badan usaha. Namun, perpres tersebut tidak mengatur pembebasan lahan terhadap proyek tol yang mangkrak saat ini.

"Saya sudah telanjur kecebur dan sudah 'berdarah-darah'. Tapi tidak diakomodir dalam Perpres 13. Artinya, aturan ini tidak implementatif karena hanya mengatur proyek yang masih di awang-awang," katanya.

Kebijakan untuk Mengatasi Kendala Pembebasan Lahan

Perpres, No 36 Tahun 2005 tentang "Pengadaan Tanah Bagi Pelaksaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

Perpres No 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Alas Perpres·. No 36 Tahun 2005 tentang pengadaan Tanah Bagi Pelaksaan Pembangunan Bagi Kepentingan Umum

'Perpres No 13 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Pepres No 67 Tahun 2005 tentang kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur

· Tidak memasukkan jalan tol sebagai salah satu kategori bidang pembangunan untuk kepentingan umum

· Panitia pengadaan tanah dibentuk Oleh bupati/Walikota

· Tidak disebutkan sususnan kepanitiaan pengadaan tanah

· Jika musyawarah dengan pemilik lahan, tidak diatur bagaimana mekanisme selanjutanya

· Ganti rugi lahan hanya berupa uang, tanah pengganti, atau pemukiman kemba

· Memasukkan jalan tol sebagai salan satu Kategori bidang pembangunan Untuk kepentigan umum

· panitia pengadaan tanah juga dibentuk bupati/walikota, kecuali panitia pengadaan tanah daerah khusus ibukota Jakarta dibentuk Oleh gubernur

· Susunan kepanitian pengadaan tanah terdiri atas unsur perangkat daerah dan unsur badan pertanahan nasional

· Jika musyawarah dengan pemilik lahan tak tercapai, diberi batas waktu hingga 120 hari bagi pemilik lahan untuk menyerahkan lahan, jika tak juga diserahkan bisa ditempuh jalur konsiyasi

· Ganti rugi lahan berupa uang, tanah pengganti, pemukiman kembali, gabungan dari opsi-opsi tersebut, atau bentuk lain yang disetujui pemilik lahan

· Pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilakukan oleh pemerintah oleh menteri/kepala lembaga/kepala daerah sebelum proses pengadaan Badan Usaha. Teknis pelaksanaan akan di atur melalaui UU Pembebasan Tanah yang kini masih dalam prosese pembebasan lahan

Menurut Hilman, Perpres No 13 Tahun 2010 yang merupakan penyempurnaan Perpres No 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur masih perlu diperjelas. "Memang sudah ada drafnya di Kementerian PU (pekerjaan Umum). Tapi kan itu tidak mengatur pelaksanaan jalan tol yang lama," katanya.

Hilman, yang juga menjabat sebagai wakil direktur Utama PT Trans Lingkar Kita, sangat menyayangkan tidak adanya lembaga yang bertanggungjawab terkait pembebasan lahan.

"Pemerintah pusat, daerah, termasuk juga TPT (tim pembebasan tanah) dan pantia pembebasan tanah (P2T) saling lempar tanggung jawab kalau ada masalah," katanya.

Kondisi ini menyebabkan investor harus mengeluarkan biaya banyak karena tidak ada kepastian kapan pembebasan lahan selesai. "Sekitar 20 ruas tol yang sudah teken kontrak dengan pemerintah sekarang ini mangkrak. Sebab, pemerintah tidak memberikan kepastian masalah tanah," jelasnya.

Direktur Jalan Bebas Hambatan dan Jalan Kota Ditjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum Haris Batubara mengakui, Perpres 13 Tahun 2010 hanya untuk proyek-proyek yang akan ditenderkan pemerintah. Dalam perpres itu disebutkan, pembebasan tanah akan dikerjakan oleh pemerintah lewat APBN. Setelah tanah nanti bebas, pemerintah langsung menawarkan kepada investor yang berminat.

Investor tol Becakayu Didik Hari Wilopo mengusulan Perpres 13 Tahun 2010 seharusnya jika diberlakukan untuk proyek tol yang mangkrak. Pemerintah, kata dia, seharusnya membantu membebaskan tanah untuk proyek tol yang terbengkalai untuk menciptakan kepastian berusaha.

Ketidak jelasan soal pembebasan lahan, kata dia, menyebabkan harga tanah pada ruas tol yang ditenderkan naik hingga 321% dari estimasi awal. Ini terjadi hampir di seluruh ruas tol yang mencapai 20 titik, sehingga proyek itu mangkrak.


Tidak Efektif


Menurut Adityawarman, berbagai kebijakan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur tidak akan efektif jika tidak tidak ada aturan yang jelas mengenai tanah itu sendiri.

Ia mencontohkan, PT Jasa Marga Tbk saat ini membutuhkan enam hektare lahan untuk memindahkan gerbang tol Cikarang. Namun, hingga dua tahun lebih nasib pembebasan lahan itu belum jelas. "Bagaimana proyek tol lebih besar lagi kalau membebaskan enam hektare saja butuh waktu dua tahun lebih," ujarnya.

Pembangunan jalan tol sangat diperlukan untuk konektivitas daerah dan mengurangi kemacetan di kota-kota besar. "Bagaimana investor mau masuk ke Indonesia, kalau perjalanan dari Cikarang sampai ke Tanjung Priok butuh dua sampai tiga jam lebih karena macet," katanya.

Anggota ATI Tri Agus mengatakan, seharusnya pemerintah memberikan perhatian kepada ruas tol yang sudah berjalan, bukan proyek yang akan datang. Apalagi, pembangunan tol di Indonesia sangat lamban. Sejak 1996 sampai 2010, kata dia, jalan tol yang dibangun di Indonesia kurang dari 100 kilometer.

Berdasarkan data yang diolah Investor Daily, panjang jalan tol di Indonesia kalah jauh dengan Malaysia. Padahal, luas wilayah RI lebih dari enam kali lipat luas wilayah Malaysia. (Lihat tabel).

Untuk mempermudah pembebasan lahan, kata dia, pemerintah harus mempercepat revisi rencana tata ruang dan wilayah (RTRW). Lahan-lahan yang akan dipakai untuk kepentingan public harus segera di bebaskan sebelum jatuh ke tangan spekulan tanah. "

Tata Ruang Wilayah


Sekretaris Jenderat Pengurus Nasional Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia Bernardus R Djonoputro mengatakan, hingga saat ini, pemerintah daerah yang telah menetapkan Perda RTRW baru dua provinsi dan delapan kabupaten/kota.

"Sekitar 90% pemerintah daerah belum menyelesaikan persoalan RTRW. Pemerintah pusat harus proaktif karena waktu yang dijadwalkan oleh UU tinggal delapan bulan,"ujarnya, kemarin.

Berlarutnya penetapan RTRW, provinsi dan kabupaten/kota, kata dia, berpengaruh pada ikIim investasi dan pergerakan ekonomi daerah. Sebab, RTRW menjadi acuan investor dalam berinvestasi. "Kalau RTRW belum ditetapkan, investor menggunakan acuan hukum apa? Bisa-bisa setelah pabrik dibangun lalu digusur karena dinilai tidak sesuai RTRW," ungkapnya.

Keberadaan Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) yang berada di bawah komando Kementerian Koordinator Perekonomian, kata dia, perlu jemput bola agar revisi RTRW segera selesai.

Dirjen Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum Imam Santoso Ernawi mengakui lambannya revisi RTRW di sejumlah provinsi dan kabupaten/kota. Hal ini disebabkan terbatasnya sumber daya manusia (SDM) di daerah yang memahami mekanisme penyusunan RTRW.

Di tempat terpisah, Gubemur Sulawesi Utara Sinyo Harry Sarundajang mengatakan, pembangunan daerah terhambat karena Undang-Undang (UU) Tata ruang di daerah dan pusat tumpang tindih. "Pembangunan daerah saaf ini terkendala UU Tata ruang Daerah," katanya.

Hal senada diungkapkan Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Awang Farouk Ishak. Ia mencontohkan, pembangunan pabrik pupuk urea di Kaltim V terkendala karena tidak mendapat pasokan gas. Padahal, Kaltim adalah provinsi penyuplai gas nasional sebanyak 30%. Kami sampai mengemis untuk mendapatkan gas, katanya.

Sementara itu Wakil Gubernur Kaliman Barat (Kalbar), Christiandy Sanjaya menilai UU Tataruang di daerah sangat dibutuhkan agar tidak ada tumpang tindih kebijakan daerah

Dan Pusat "Jangan sampai, masyarakat Kalimantan tidak bisa mengembangkan daerahnya karena,terhambat ketidak jelasan UU Tataruang di daerah. Ada kasus, Kalbar tidak bisa membangun karena tidak punya stok kayu, kasus itu jangan terjadi lagi," keluhnya.

Sedangkan, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, pembangunan di daerah tidak ada kaitannya dengan UU Tata-ruang sebab, jika, pemda ingin membangun pembangkit listrik, jembatan atau jalan harus meminta izin kepada menteri kehutanan. "Pemda tinggal bilang ke Menhut Setelah mereka dapat izin, pemda sudah bisa membangun; "tegas Ratta. (raj)

Tidak ada komentar: