By Hilman Muchsin
Yang dimaksud dengan Bank adalah Badan Usaha finansial yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan me-nyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak (UU Perbankan Pasal 1). Undang-Undang Perbankan tahun 1992 menyebutkan Bank terdiri atas dua jenis, yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Bank Umum terdiri dari bank umum devisa dan bank umum nondevisa
Pengertian Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, Sedangkan Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatannya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayarannya.
Sehubungan dengan usaha pokok dari Bank adalah menghimpun dana masyarakat dan menyalurkan dana, dan untuk memelihara kepentingan masyarakat terhadap bank, maka Pemerintah mengawasi operasi Bank sehari-hari dengan ketat. Pengawasan terhadap bank dilaksanakan oleh Bank Sentral (Bank Indonesia). Bank harus selalu dalam keadaan sehat, dan Bank sentral Indonesia menilai kesehatan bank melalui 5 (lima) indikator CAMEL, yaitu :
1. Capital adequacy (kecukupan modal)
2. Asset quality (kualitas aset)
3. Management quality (kualitas manajemen)
4. Earning ability (rentabilitas, kemampuan menciptakan laba)
5. Liquidity sufficiency (solvabilitas, kecukupan likuiditas)
BANK DALAM KAITANNYA DENGAN MASALAH RISIKO
Terdapat bermacam-macam definisi dan cakupan kegiatan operasional Bank antara negara yang satu dengan negara lainnya, namun demikian masih terdapat kesamaan terhadap sifat-sifat dasar dari suatu Bank, yaitu :
1. Memiliki kewajiban yang harus dibayar setiap saat ditagih.
2. Memiliki harta yang tidak liquid, yang penilaiannya tidak mudah serta berjangka waktu lama jika dibandingkan dengan kewajiban yang dimiliki.
Sehubungan dengan usaha pokoknya tersebut, maka Bank merupakan bagian dari lembaga yang memiliki fungsi intermediasi yang mempertemukan kepentingan pihak yang memiliki dana dan pihak yang membutuhkan dana. Atas dasar fungsinya tersebut, maka Bank disebut juga sebagai lembaga intermediasi atau lembaga perantara. Fungsi intermediasi dapat berjalan baik bila kedua pihak dari yang memiliki dana dan yang membutuhkan dana percaya terhadap Bank, sehingga Bank dapat disebut sebagai lembaga kepercayaan ( Agent of Trust ).
Bank sebagai lembaga kepercayaan mempunyai peran penting dalam suatu perekonomian, yaitu sebagai lembaga intermediasi, serta sebagai sarana dalam pelaksanaan kebijakan moneter. Dengan perannya tersebut, maka lembaga perbankan harus selalu dalam kondisi yang sehat, aman dan stabil. Jika suatu sistem perbankan berada dalam kondisi yang tidak sehat, maka fungsinya sebagai lembaga intermediasi tidak akan dapat berfungsi optimal. Pada akhirnya fungsi intermediasi, alokasi, dan penyediaan dana dari perbankan dalam kegiatan investasi dan pembiyaan sektor-sektor yang produktif dalam perekonomian menjadi terbatas.
Oleh karena kelangsungan hidup suatu Bank ditentukan oleh kepercayaan masyarakat, maka Bank mempunyai dua peran utama sekaligus, yaitu yang menyangkut peranannya sebagai lembaga kepercayaan masyarakat (Agent Of Trust) dan sebagai agen pembangunan (Agent Of Development) dalam perekonomian.
Oleh karena itu betapa pentingnya peranan pengaturan dan pengawasan Bank dalam rangka menciptakan dan memelihara kesehatan dalam sistem perbankan tersebut. Kesehatan Bank ti-dak hanya penting bagi pemilik dan pengelola Bank yang bersang-kutan, tetapi juga untuk masyarakat, Pemerintah, dan perekonomian nasional. Jadi pengaturan dan pengawasan Bank tidak hanya untuk menjaga dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, tetapi juga dimaksudkan untuk mencegah risiko kerugian masyarakat dan pemerintah.
Dalam kaitannya dengan masalah risiko, Bank dapat dikelompokan juga sebagai salah satu dari financial service company sedangkan sebuah financial service company tidak secara otomatis dapat berfungsi sebagai bank.
A financial service company adalah lembaga keuangan yang menawarkan kepada para nasabahnya berbagai jenis financial product seperti morgage, pension, insurences atau bond.
Agar suatu Bank dapat menjalankan fungsinya dengan baik, maka Bank harus mempunyai modal yang cukup, menjaga kualitas asetnya dengan baik, dikelola dengan tata kelola yang baik, serta memelihara likuiditasnya, sehingga dapat memenuhi kewajibannya setiap saat. Selain itu, Bank harus senantiasa memenuhi berbagai ketentuan dan peraturan-peraturan yang berlaku
Bagi industri disektor rill, kesulitan permodalan yang di alami organisasi perusahaan hanya terbatas sebagai permasalahan bagi para pemegang sahamnya sendiri untuk menambah setoran modalnya. Hal ini sangat berbeda dengan Bank, karena struktur permodalannya (capital structure), harus senantiasa memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh lembaga pengawas (Bank Indone-sia) atau otoritas moneter. Pemenuhan kewajiban menjaga besaran modal tidak semata-mata terkait dengan persoalan yang dihadapi pemegang saham Bank saja, melainkan langsung terkait dengan kepentingan masyarakat dan perekonomian secara luas.
Jadi Bank tidak bebas menentukan capital structure nya sendiri artinya terdapat persyaratan minimum yang tidak bisa tidak, wajib dipenuhi bank. Berbeda dengan industri di sektor riil, yang bebas menentukan capital structure nya. Yang dimaksud dengan capital structure disini adalah suatu gambaran dari komposisi sumber-sumber pendanaan yang dipergunakan dalam membiayai asset serta kegiatan operasionalnya.
Capital structure dalam sebuah Bank umumnya merupakan kombinasi dari unsur-unsur pendanaan yang bersumber dari setoran modal saham, penerbitan Bond ataupun dari pinjaman-pinjaman lainnya.
REGULASI PERBANKAN
Bank memiliki pola kegiatan operasional dengan karakteristik yang unik dalam peranannya sebagai Lembaga Intermediasi sekaligus sebagai agen pembangunan pereko-nomian. Sifat uniknya itu dapat terlihat pada struktur permodalannya dengan tingkat leverage yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan leverage yang terbentuk pada badan usaha yang bergerak di industri sektor riil. Leverage yang tinggi dalam perbankan itu justru terbuka, karena adanya pemanfa’atan dana-dana masyarakat yang mempercayakannya pada bank tersebut. Sehingga hal inilah yang menyebabkan Bank selalu berada dalam posisi yang sangat stra-tegis, sekaligus rawan risiko (mulai risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, risiko likuiditas, risiko insolvency, risiko off balance sheet, dan lain-lain).
Pada Pasal 29, UU No. 7 Tahun 1992 yang kemudian dirubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan, bahwa Bank wajib memelihara kesehatannya sesuai dengan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, rentabilitas, dan solvabilitas, serta aspek-aspek lain yang berkaitan dengan usaha Bank dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip-prinsip kehati-hatian.
Terjadinya krisis perbankan yang terjadi pada tahun 1997, adalah contoh kegiatan usaha yang dilakukan perban-kan tanpa prinsip kehati-hatian, sehingga telah merusak sendi-sendi terpenting dalam sistem perbankan Indonesia, yaitu kepercayaan masyarakat, solvabilitas, dan profitabilitas Bank. Oleh karena itu dalam rangka untuk pemulihan kembali sistem perbankan tersebut, dilakukan program restrukturisasi yang disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi oleh perbankan pasca krisis tersebut.
Dalam menghadapi berbagai jenis risiko kegagalan yang dapat menimpanya, maka Bank perlu diregulasi untuk melindungi masyarakat dan perekonomian nasional. Karena dalam perbankan terikut sertakannya dana-dana masyarakat yang justru jauh lebih besar dari modal Bank, dan pengaruh dari kegagalan suatu bank terhadap perekonomian sangatlah tinggi, maka dalam bidang perbankan yang perlu dire-gulasi adalah Banknya sendiri.
Regulasi perbankan menjadi suatu gerakan yang di dukung oleh otoritas perbankan dan moneter. Langkah utamanya terletak pada upaya untuk mempertahankan struktur permodalan bank pada posisi yang sehat agar Bank dapat menjalankan kegiatan operasionalnya dengan sehat juga. Perekonomian dan perbankan merupakan dua unsur yang saling berpengaruh dan saling bergantung satu sama lain, Bank dapat melakukan kegiatan operasionalnya secara efektif bila terdapat stabilitas dalam perekonomian. Sebaliknya perekonomian tidak dapat berkembang dengan baik, apabila tidak didukung dan ditunjang oleh kegiatan operasional perbankan yang sehat.
Agar keduanya dapat saling mendukung dan ber-kembang dalam mencapai suatu target tertentu, diperlukan regulasi yang mendorong tumbuhnya sinergi. Melalui regulasi tersebut, efek negatif terhadap Bank akibat dari terjadinya ekonomi shocks dapat ditekan serendah mungkin.
Penataan dan regulasi yang dicanangkan oleh Bank Indonesia bertujuan untuk memperkuat unsur-unsur CAMEL (Capital Aset Quality, Management, Earning Capacity and Liquidity) pada setiap bank. Dalam upaya mengantisipasi kemungkinan datangnya berbagai jenis risiko yang dapat menyergap perbankan, Bank Indonesia telah menerbitkan Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Dalam visinya itu Bank Indonesia telah menggariskan bagaimana arah dari perkembangan industri perbankan di Indonesia untuk kurun waktu sepuluh tahun kedepan.
REGULASI ATAS BISNIS PERBANKAN
Regulasi atas Bisnis perbankan mengatur hal-hal sebagai berikut :
1.Seberapa jauh Bank telah memenuhi sasaran modal minimumnya yang harus dipertahankannya? Bank Indonesia menetapkan bahwa CAR (Capital Adequacy Ratio) perbankan di Indonesia tidak boleh rendah dari 8 %.
2.Apakah Bank telah memenuhi kewajiban tingkat likuiditas yang harus dipertahankannya ? artinya Bank wajib menjaga agar tidak dalam posisi yang mengalami kesulitan likui-ditas yang bersifat struktural.
3.Bagaimana pola kredit yang diterapkannya ? Pola pembelian kredit jangka panjang wajib didukung oleh sum-ber perdanaan yang berjangka panjang juga.
Prinsip-prinsip regulasi (pengaturan) dan supervisi (pengawasan) Bank mengacu kepada praktek Bank terbaik yang dilakukan di berbagai Negara. Praktek tersebut meru-pakan international best practices yang mencakup 7 aspek yaitu: Kelembagaan, Perizinan, Ketentuan tentang kehati-hatian metode pengawasan, Informasi, Masalah kewenangan dan pengawasan lintas Negara atau batas (cross border).
Bank mempunyai besaran risiko yang berbeda-beda tergantung pada kegiatan trading yang dilakukan. Capital ratio dihitung dengan menentukan bahwa modal minimum yang harus dipenuhi Bank adalah 8%, angka tersebut diperoleh dari nilai modal di bagi jumlah nilai asset tertimbang menurut besaran risiko standarnya masing-masing.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Selamat malam,pak.. Saya mau brtanya,sbnarny syarat2 bank umum utk bisa di-bailout itu sperti apa ya pak? Trimakasih..
Posting Komentar